Rabu, 31 Oktober 2007

KECERDASAN EMOSI (EMOTIONAL QUESTION)

MENINGKATKAN KUALITAS KECERDASAN EMOSI
( EMOTIONAL QUESTION )

Seorang rekan saya angota DPR/ MPR RI, melakukan study komperatif ke negara paman Sam Amerika Serikat. Beliau merupakan salah satu dari komisi luar negri. Diantara tempat yang di kunjungi adalah sebuah perusahaan besar, yang penghasilannya pertahun melebihi RAPBN Indonesia selama 5 tahun. Perusahaan ini adalah perusahaan “Nike“. Disana ada sebuah ruangan besar, Show room atau ruang pamer, dalam ruangan tersebut hanya ada sedikit produk-produk Nike yang dipamerkan. Tapi yang paling dominan adalah foto-foto para legendaris atlet olah raga, atau para pemenang sejati dibidang olah raganya masing – masing. ketika ditanya kepada pimpinannya apa yang sesungguhnya anda jual? Dia menjawab kami tidak menjual produk kami ( Sepatu Nike ), tapi kami menjual life style atau gaya hidup. Dan yang ingin kami jaga adalah image mereka sebagai legendaris dalam bidang olah raga, bahwa mereka pun semuanya memakai sepatu produksi Nike.

Bisa di perhatikan dari cerita di atas, begitulah cara-cara kaum kapitalis dunia merubah gaya hidup masyarakat modern. Mereka memasukan ide-ide cemerlang mereka untuk di jadikan gaya hidup, life style dengan brbagai cara. Hal seperti ini sudah marak terjadi di Jakarta. Begitu banyak mall-mall, plaza-plaza dan pusat perbelanjaan yang begitu megah, yang kesemuanya itu ingin merubah gaya hidup masyarakat dewasa ini. Bahkan ada beberapa pusat perbelanjaan yang memberikan diskon besar-besaran pada jam 22.00 s/d 24.00, dengan kata lain ingin merubah pola hidup masyarakat kota, yaitu waktu tidur dipakai untuk berbelanja. Dan terbukti cara ini sangat ampuh sekali untuk merubah gaya hidup masyarakat kita. Begitulah bahwa kapitalisme dunia ingin merubah gaya dan pola hidup masyarakat dunia saat ini. Mereka diajak berfikir jauh, berpikir besar dan berpikir materi-materi semata untuk membesarkan dunia ini dan khusunya membesarkan mereka sendiri, dan demi kepentingan mereka sendiri.

Yang ingin kita ambil pelajaran dari cerita di atas adalah bahwa kaum kapitalis saja, sebagai orang pecinta dunia yang hanya memikirkan materi semata, begitu hebatnya mereka dalam mewarnai pola pikir masyarakat modern. Dengan membangun Show room, menjual image dan life style dari pada legendaris dunia, memasukan gagasan-gagasan mereka dalam pola pikir masyarakat.

Sesungguhnya Allah telah jauh-jauh hari berbuat seperti itu melalui Al-qur’an dan salah satu dari fungsi Al-qur’an adalah bahwa Al-qur’an merupakan Show room besar mulai dari pertama kali diturunkan sampai hari kiamat nanti. Show room yang muatan rentang waktunya begitu jauh dan luas sekali. Disana dipampangkan para the winer, para legendaris dunia dalam segala kebaikan: dalam iman dan islam, dalam perjuangan dan pengorbanan, dalam ketundukan dan ketaatan, dalam ibadah dan amal soleh serta dalam karya membangun peradaban dunia. Di sana juga dipampangkan para Nabi Rasul, manusia terbaik dan termulia sebagai teladan bagi umat manusia, mulai dari Nabi Adam As sampai Nabi akhir zaman yaitu Muhammad Saw. Juga kisah-kisah orang sukses, orang-orang yang telah syuhada. Yang demikian itu menunjukan bahwa betapa hebatnya Allah Swt memampangkan dan memamerkan dalam kitab sucinya yaitu Al-Qur’an.

Begitulah Allah yang jauh sebelumnya telah mengarahkan kita semua agar berpikir besar dan berusaha untuk mencapai obsesi kita, dengan mengoptimalkan cara berpikir. Oleh karena itu dalam training-training di berbagai tempat yang mengenai EQ, IQ, SQ, pengembangan SDM saat ini, ada sebuah bahasa yang mereka angkat yaitu berpikir besar, “you are what you thing”, (“anda adalah apa yang anda pikirkan”). “Anta kaifa maa tufakkir", (“ Anda adalah apa yang anda pikirkan”). Jadi seluruh apa yang kita perbuat dan lakukan adalah seluruh apa yang ada di dalam pikiran kita. Kita tidak mungkin bekerja, beraktikfitas apa yang tidak ada di dalam benak kita. Tetapi sungguh kita tidak akan keluar dari apa yang kita pikirkan dalam seluruh aktifitas kita.

Oleh sebab itu Rasululah Saw, menyatakan dalam sebuah hadits yang sangat masyhur dan sangat terkenal di telinga kita yaitu: “Innamaa al‘Amaalu Bi anNiyaat,” (Sesungguhnya amal itu tergantung dari pada niat). Maksud dari hadist tersebut, bahwa sesungguhnya seluruh aktivitas kerja, dan apapun yang kita lakukan sungguh sangat bergantung pada obsesi kita, keinginan-keinginan kita, cita-cita dan visi misi kita. Kalau seseorang melakukan niat, obsesi atau cita-cita maka seluruh hidupnya dedikasikan dan tujukan terhadap apa yang ia cita-citakan. Begitu juga orang yang mencintai dunia, maka seluruh hidupnya adalah untuk dunia. Orang yang mencintai akhirat maka seluruh hidupnya ditujukan untuk akhirat, meskipun dunia sebagai tunggangan dan sebagai sarananya.

Ternyata dengan al-Qur’an kita semua diajak untuk menjadi orang-orang besar meskipun kita oran-orang kecil. Kenapa demikian?. Karena ketika kita menata pola pikir, dan cara berpikir kita sesuai tuntunan al-Qur’an yaitu berfikir besar, maka kesuksesan dalam menjalani hidup di dunia dalam membangun peradaban dunia akan nampak di depan mata kita, meskipun jalannya panjang dan penuh dengan rintangan dan tantangan yang menghadang, tapi dengan berpikir besar pasti akan dilakuinya dengan mudah. Berbeda sekali dengan orang yang tidak mempunyai cita-cita dan pikiran yang besar, biasanya merasa cukup dengan yang ada tanpa mau menggali dan menggali potensi yang ada.

Kalau kita ingin mendapatkan kecerdasan emosional dan cita-cita serta harapan kita, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah menata cara dan pola pikir dengan baik. Contoh ketika kita menginginkan sesuatu, misalnya menikah, biasanya diawali dengan ketertarikan terhadap lawan jenis, ketertarikan pada mulanya hanya sebatas lintasan saja yang kemudian berkembang menjadi memori. Memori inilah yang kemudian menjadi sebuah gagasan atau ide, kemudian berangsur-berangsur menjadi sebuah tekad yang kuat dan pada akhirnya kita melaksanakan pernikahan yang pernah terlintas dalam pikiran kita, yang tadinya hanya sebuah lintasan saja.

Begitu pula dengan emosi kita, rasa senang, marah, kesal dan benci sungguh-sungguh bisa dimenej melalui bagaimana kita memenej lintasan-lintasan yang ada dalam pikiran kita. Inilah pentingnya menata pola pikir. Misalnya kalau kita hari ini berpuasa tapi tidak berniat puasa pada malam harinya, maka bisa dipastikan pada jam-jam makan atau dzuhur perut kita protes ingin diberikan makanan. Apa kaitannya dengan niat?. Ternyata ketika kita meletakan niat begitu saja tanpa tekad yang kuat maka seluruh sel-sel syaraf langsung mengontak hormon-hormon yang mencerna makanan di dalam perut, sehingga hormon-hormon tersebut tidak menjalankan tugasnya, padahal ini baru niatnya saja. Maka begitu pula ketika kita mencintai sesuatu, berharap kepada sesuatu, tunduk kepada sesuatu dan marah kepada sesuatu seluruhnya bisa kita menej dan tata menurut kehendak kita. Oleh sebab itu agar kita menjadi orang cerdas secara emsional, maka tatacara berfikir kita harus kita warnai dengan warna-warna ilahiah dan warna-warna imaniah.

Marahnya orang-orang beriman itu berdasarkan warna-warna ilahiah dan warna-warna imaniah. Dia akan memilah dan memilah mana yang harus marah dan mana yang tidak harus marah atau mereka menempatkan marah secara proporsional. Dalam sebuah riwayat Sayyidina Ali RA ketika marah dan ingin membunuh seorang musuh karena memerangi agama Allah tiba-tiba orang kafir tersebut meludahi mukanya. Bukannya Ali langsung membunuhnya tapi dia mengurungkan niatnya karena beliau tahu marahnya kali ini bukan karena Allah tetapi karena dirinya sendiri. Inilah contoh orang-orang yang mampu mengendalikan kecerdasan emosialnya. Begitu pula jika kita perhatikan kehidupan Rasulullah Saw, maka cukup bagi kita semuanya nabi sebagai qudwah dan teladan hidup.

Allah Swt memberikan janji bagi orang-orang yang mampu mengatur emosialnya dalam Al-qur’an surat Ali Imron, 3:134
“Dan bersegeralah kalian semuanya menuju ampunan Allah dan surganya yang luasnya seluas bumi dan langit. Yang disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang bertakwa, mereka orang-orang yang senantiasa berinfak dalam keadaan lapang dan susah. Dia orang-orang yang mampu mengendalikan marahnya dan gampang memaafkan saudara-saudaranya yang lain”.
Allah Swt sampai memberikan janji yang indah ini mana kala kita mampu memenej dan mengelola emosial kita.

Apabila kita ingin mendapatkan kecerdasan emosional hal yang harus kita lakukan adalah berinteraksi dengan Al-Qur’an. Hanya dengan al-Qur’an sifat-sifat buruk akan menghilang sementara sifat-sifat baik akan tumbuh dan berkembang. Umar bin Khatab adalah seorang yang sangat kasar dan keras dan orang arab memang terkenal tempramental, tapi ketika mendengar Al-Qur’an beliau pernah sampai sakit dua bulan karena mendengar firman Allah : Surat Annaba, 78:30
“Karena itu rasakanlah. Dan kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab”.
Suatu ketika Umar hedak pergi ke pasar, tiba-tiba dia mendengar ayat ini di lantunkan oleh seseorang, maka dia terhenti sejenak dan langsung badannya menggigil ketakutan sampai beliau lemas dan sakit selama dua bulan. Dan apabila terlintas di benak beliau dan berdengung di telinga beliau, beliau langsung menggigil dan lemas kondisi ini terus berlanjut hampir selama dua bulan. Maka siapapun kita yang hendak berinteraksi dengan Al-Qur’an sungguh dia akan menuai keselamatan dunia dan akhirat.

Seorang yang senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’an minimal akan memunculkan tiga hal :

1. senantiasa mendapatkan inspirsi tiada henti.
Orang semakin membaca Al-qur’an semakin dia mendapatkan ide-ide baru, gagasan dan inspirasi yang terus mengalir, maka dari itu kita diperintahkan untuk membaca Al-Qur’an secara kontinyu tiap hari bukan hanya malam-malam dan surat-surat tertentu, tetapi setiap waktu dan seluruh ayat-ayat yang terdapat di dalamnya.Demikianlah yang seharusnya dilakukan oleh seorang mukmin .

2.Dia akan mendapatkan kesamaan gelombang iman .
Maka kami yakin bahwa yang senantiasa shalat berjamaah di masjid dan memakmurkannya adalah orang-orang yang memiliki gelombang iman yang sama, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu redah. Dan gelombang iman ini adalah gelombang yang terus menerus tidak mengenal waktu dan tempat karena kebiasaan berinteraksi dengan Al-Qur’an. Dan yakinlah kalau gelombang keimanan kita sama maka kita pada hakikatnya sedang melakukan segala kebaikan.

3.Dia akan menjadi orang yang cepat merespon seruan Allah.
Contoh, ada sebuah kisah seorang pemuda yang bernama Zahid. Dia adalah ahli suffah yaitu seorang yang hidupnya di mesjid dan segala aktivitasnya di mesjid. Dia belum mempunyai pekerjaan sehingga menjadi pembantu Rasulullah Saw di mesajid. Pada suatu pagi dia didatangi oleh Rasulullah Saw dan ditanya apakah dia mau menikah? Tentu saja Zahid mau, tetapi dia merasa tidak ada orang yang mau mengambil dirinya sebagai menantu. Kemudian Rasul memerintahkanya untuk membawa surat kepada Said Ra yang isisnya melamar putrinya yang sudah cukup umur untuk dinikahi. Said Ra adalah seorang yang kayaraya dan bermartabat, tetapi Rasulullah Saw selalu berusaha menghilangkan sekat-sekat jahiliah seperti itu. Said merupakan gambaran orang yang mampu mengendalikan emosinya, dia tidak langsung mengatakan tidak atau mengiyakan lamaran itu walaupun dia tahu Zahid adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa. Lalu dipanggilah Zulfah putrinya untuk ditanyakan apakah dia setuju atau tidak. Ternyata Zulfah tidak setuju dan dia menangis karena dia tidak tahu kalau itu adalah perintah Rasulnya. Tapi setelah dia tahu bahwa ini perintah Rasul dia langsung menerimanya dan berkata, sungguh wahai ayah seorang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan sesuatu maka tidak ada kata lain bagi seorang mukminah kecuali dia akan berkata: “sami’na wa atho’na” (aku dengar dan aku taat). Aku terima dengan tangan terbuka kalau itu dari Rasul, meskipun untuk Zahid atau siapapun. Dia mengubur egoisme dirinya, mengubur kekecewaan dan ketidak sukaannya semata-mata untuk mencintai Allah dan Rasulnya. Ini adalah sesuatu yang berat tapi itulah kesolehan seorang mukminah. Dia mampu untuk menata emosinya dan itulah kecerdasan emosional yang di landasi iman.

Rasul mengajarkan sebuah do’a yang berkenaan dengan emosional yang di landasi iman :
“Ya Allah limpahkanlah kepada kami cinta dalam nuansa iman. Hiasilah hati kami dengan keimanan itu, berikan hati kami kebencian atas segala kekufuran kemungkaran dan maksiat. Dan jadikanlah kami hamba-hambamu yang cerdas”.

Akhirnya Zahid kembali ke masjid dengan hati berbunga-bunga karena lamaranya diterima. Esok harinya ia bertemu dengan Rasul dan berkata: “Wahai Zahid kamu terlihat ceria dan bergembira, ada apa? Zahid menjawab: “Ya Rasulullah, lamaranku diterima tapi aku bingung bagaimana dengan walimahnya?”. Rasul langsung tanggap dan mengerti akan kesulitan Zahid. Beliau memerintahkan untuk menemui Abu Bakar Ra, Utsman Ra dan Abdurrahman Ra dan berkata: “sampaikan salamku pada mereka”. Setelah ketemu dengan mereka disampaikan salam Rasulullah kepada mereka, kemudian sahabat Abu Bakar, Utsman dan Abdurrahman bertanya: “ada yang lain?”, maka Zahid pun berterus terang dengan kesulitannya. Mereka langsung merespon dan langsung mengeluarkan hartanya dengan ikhlas dan tidak merasa keberatan sedikitpun.

Akhirnya Zahid pulang dan langsung menuju pasar untuk membeli apa-apa yang diperlukan untuk walimah pernikahannya. Setelah kembali di mesjid, ternyata di masjid sudah penuh dengan orang-orang yang hendak menerima perintah jihad di jalan Allah. Zahid pun kembali ke pasar dan menjual kembali apa yang sudah dibelinya. Dia langsung membeli alat-alat perelengkapan perang dan langsung bergabung dengan para sahabat lainnya untuk menunaikan perintah jihad. Di medan jihad Zahid pun berpulang ke rahmatullah sebagai syuhada.

Zahid merupakan orang yang rela mengubur obsesinya untuk menikah dengan Zulfah dengan melewati berbagai proses yang telah melelahkan. Tetapi ketika datang kepadanya printah jihad dia langsung meresponnya dan melaksanakannya dengan sepenuh hati.

Karena itu Rasulullah Saw memberikan pidato khusus di depan sahabatnya yang lain. Sungguh berbahagia Zahid dan dia akan didampingi oleh bidadari syurga. Zulfah pun memberikan salam khusus untuknya dan berkata: “Sungguh berbahagialah Zahid, aku tidak bisa mendampinginya saat di dunia ini, Ya Allah aku mohon agar engkau berkenan untuk memberikan kesempatan bagiku untuk menerimanya di syurga”. Inilah gambaran orang-orang yang mampu mengendalikan dan mecerdaskan emosinya, dan orang-orang yang setiap hari berinteraksi dengan Al-qur’an .
Dan ingatlah perkataan Rasulullah Saw yaitu : “Al mu’min kayyisun wa fathinun” (Bahwa sesungguhnya mukmin adalah pintar dan cerdas). Wallahu A’lam.

ARTI ISLAM

PENGERTIAN DINUL ISLAM
I. Pengertian Ad-Dien
Kalimat diin dalam bahasa Arab memiliki beberapa pengertian, diantaranya:
1. Kekuasaan.
Sabda rosulullah Saw : “Orang yang pintar adalah orang yang menguasai hawa nafsunya dan bekerja untuk hari setelah mati”.

2. Tunduk (9:29)
Firman Allah Swt Surat Attaubah, (9:29), artinya:
”perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk”.

3. Balasan
Firman Allah Swt Surat Al Fatihah (1:4), artinya
Yang menguasai di hari Pembalasan.

4. Undang- undang dan peraturan.
Firman Allah Swt Surat Yusuf (12:76), artinya
“Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja”

Ustadz Sayyid Quthb berkata ketika beliau menafsirkan ayat 76 surat Yusuf, “Sesungguhnya nash ayat ini memberi batasan yang sangat mendetail tentang makna diin, bahwa kalimat “dinul malik” dalam ayat ini berarti peraturan dan syariat malik (raja)”. Lalu lanjutnya, “Al-Qur’an mengungkapkan bahwa peraturan dan syariat adalah diin, maka barang siapa yang berada pada peraturan dan syariat Allah berarti ia berada dalam diin Allah. Sebaliknya, barang siapa yang berada pada peraturan seseorang dan undang-undang seorang raja berarti ia berada dalam diin raja tersebuut” (tfsir Fi Dzilalil Qur’an, juz 4, halaman 2021)

II. PENGERTIAN ISLAM

Makna Islam menurut bahasa adalah :

1. Tunduk dan menyerah
Firman Allah Swt Surat An Nisa (4:65), artinya
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.

2. Keselamatan
Firman Allah Swt Surat Al Maidah (5:16), artinya
“Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”.

3. Damai
Firman Allah Swt Surat Al Baqarah (2:208), artinya
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.

Islam berarti tunduk dan menyerahkan diri karen setiap muslim wajib tunduk dan patuh menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah SWT (4:65) dan berarti keselamatan dan dami. Sebab, orang yang telah memeluk diin Islam dan mengerjakan tuntuannya akan selamat didunia dan akhirat dan akan mendapatkan keselamatan/kedamaian sejati.
Sedangkan menurut istilah, Islam adalah : tunduk dan menyerah kepada Allah baik lahir maupun batin dengan melaksanakan perintahNya. Kemudian lafadz Islam digunakan sebagai nama dari diin dan peraturan yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAW dan Allah menerangkan bahwa siapa yang mencari diin selain Islam tidak akan diterima amal perbuatanndi ya dan akhirat termasuk orang yang merugi (3: 85/13:10)

III. Pengertian Diinul Islam

Adalah Sistem hidup yang benar, lengkap, sesuai dengan fitrah manusia, diturunkan oleh Allah SWT melalui para RasulNya, untuk ditaati secara mutlak, dan disebarluaskan kepada seluruh ummat manusia agar tercipta kebahagiaan Dunia dan Akhirat.

IV. Islam sebagai Sistem hidup

1. Arti kata “Dien” dalam surat Yusuf ayat 76 yang menunjukkan pengertian “Undang-undang Raja” (Sistem)
2. Arti kata “Aslama” dalam surat Ali Imran ayat 83 yang mengandung pengertian “Ketundukan alam semesta”
3. Arti kata “Uswatun Hasanah” dalam surat Al-Ahzab ayat 21 menunjukan arti “Keteladanan dalam seluruh aspek kehidupan”.
4. Fakta sejarah : Seluruh aktifitas kenegaraan yang dilakukan oleh Rasulullah dilakukan didalam masjid, termasuk pelantikan gubernur yang akan ditugaskan di berbagai daerah. Sehingga hingga akhir hayatanya tidak pernah membangun Istana Negara dan Benteng Pusat Pertahanan.
5. Ketika Rasulullah meninggal dunia yang pertama kali diperhatikan oleh para Shahabatnya adalah Siapa pengganti kedudukan Khalifah yang akan menggantikannya.
6. Logika sederhana : Seperangkat tata nilai yang tidak akan mungkin tegak tanpa ada sistem yang menopangnya.
7. Kaedah Ushul Fiqh : “ Suatu kewajiban yang tidak mungkin tegak tanpa ada sarananya maka menegakkan sarana tersebut juga menjadi wajib hukumnya”.
8. Pendapat Idiot yang sering menakut-nakuti masyarakat bahwa Islam akan dijadikan tunggangan politik, atau akan terjadi politisasi agama. Ini justru terjadi ketika agama itu dipinggirkan, serta terjadi pembodohan masyarakat, sehingga banyak masyaratkat yang awam terhadap substansi ajaran Islam. Maka dalam kondisi seperti inilah banyak politikus rakus dan ambisius mampu menjadikan agama sebagai kuda tunggangan politik untuk kepertingan pribadinya.

V. Karakteristik Diinul Islam

Ada beberapa ciri khas Diinul Islam, adalah sebagai berikut :

1. Robbaniyah
Robbaniyah sumbernya, maksudna adalah bahwa Islam bersumber dari Allah SWT bukan dari manusia. Firman Allah (42 : 13), artinya:
“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”.

2. Insaniyyah ‘alamiyah (kemanuasiaan dan universal)
Yang imaksud dengan kemanusiaan yang uinersal adalah bahwa Islam diturunkan sebagai petunjuk untuk seuruh manusia bukan khusus suatu kaum atau golongan.
Firman Allah Swt (21:107)
”Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

3. Syamil (lengkap dan mencakup)
Yang dimaksud syamil adalah bahwa hukum dan ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak ada suatu pekerjaan, baik yang kecil maupun yang besar sekalipun, kecuali Islam telah menerangkan hukumnya.
Firman Allah Swt (6:38), artinya
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.
Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.

4. Al-Basathoh (mudah)
Yang dimaksud mudah adalah bahwa ajaran Islam mudah untuk dikerjakan, tak ada kesulitan sedikitpun, kecuali sebatas kemampuannya.
Firman Allah Swt (22:78), artinya
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”.

5. Al-Adalah (keadilan yang mutlak)
Maksudnya, tujan diin Islam adalah menegakkan keadilan mutlak dan mewujudkan persaudaraan dan persamaan ditengah kehidupan manusia serta memelihara darah, kehormatan, harta, akal dan diin mereka.
Firman Allah Swt (5:8), artinya
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

6. Tawazun (Keseimbangan)
Yaitu Diin Islam dan seluruh ajarannya menjaga keseimbangan antara kepentinagn pribadi dan kepentingan umum, antara kepentinagan pribadi dan kepentinagan umum, antara dunia dan akhirat (28:77).
Firman Allah Swt (28:77), artinya
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Maka kita lihat diantara ajaran Islam adalah “apabila mashlahat pribadi berbenturan dengan kepentingan umum”, maka kepentingan lebih didahulukan daripada kepentingan pribadi. Dalam hal keseimbangan antara kebutuhan ruhanyah dan jasadiyah Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya badanmu memiliki hak atasmu, jiwamu memiliki hak atasmu dan keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka berikanlah setiap yang punya hak-haknya”.

7. Perpaduan antara Tsabat (tetap) dan Murunah (berubah).
Diantara ciri khas diin Islaim adalah perpaduan antara tsabat dan murunah. Tsabat pada pokohk-pkoknya dan tujuan, murunah pada cabang, sarana dan cara-caranya sehingga dengan sifat murunahnya diin Islam dapat menyesuaikan diri dan dapat menghadapi perkembangan zaman serta sesuai dengan segala larut dan tunduk terhadap persoalan zaman dan perputaran waktu.
Ini beberapa ciri khas diin Islam yang membedakan dari diin lain, dari peraturan dan undang-undang buatan manuisa.


Wallahu A’lam.
By. Ahmad Rifai

KHUTBAH IDUL ADHA 2007

DENGAN 'IDUL ADHA KITA WUJUDKAN SOLIDARITAS SOSIAL
I. Pendahuluan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر ×9 لا إله إلا الله، والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد
Hadirin, Sidang Jamaaah Idul Adha yang berbahagia!
Setiap orang yang beriman senantiasa mendambakan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT. Seluruh aktivitasnya – duniawiyah dan ukhrawiyah – ia maksudkan untuk memperoleh rahmat dan ridha Allah SWT. [1] Bagi orang beriman tidak ada perbedaan antara aktivitas duniawiyah dan aktivitas ukhrawiyah. Sebab, keduanya dilakukan dengan niat untuk mencari ridha Allah. Ridha artinya senang. Kedua aktivitas itu dilakukan sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah. Bila kedua aktivitas tersebut sudah diridhai Allah maka tentu rahmat dan maghfirah-Nya pun akan dicurahkan Allah kepadanya. Demi memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha Allah, seorang yang beriman akan melakukan apa saja yang mungkin ia lakukan dan memberikan apa saja yang mungkin ia berikan; dan mengorbankan apa saja yang mungkin ia korbankan!
Kesadaran dan keinsyafan untuk berkurban karena Allah inilah yang merupakan makna hakiki dari "Id al-Adha. Makna ini akan dirasakan kemanfaatannya apabila diwujudkan ke dalam kehidupan realitas kita melalui makna instrumental-nya.

II. Makna Hakiki 'Id al-Adha
Secara harfiah 'Id al-Adha artinya adalah Hari Raya Kurban. Dinamai demikian karena dimaksudkan untuk mengingat pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dan keluarganya untuk dicontoh, diteladani, dan diwujudkan nilai-nilainya oleh orang-orang yang beriman.
Dalam kesederhanaan, nilai (ajaran) kurban ini tergambar di dalam penyembelihan hewan kurban itu sendiri; (1) niatnya karena Allah , (2) yang sampai kepada Allah bukan darah atau daging kurban tetapi keimanan dan ketakwaan orang berkurban, [2] (3) daging kurban itu sendiri didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai kepedulian kepada lingkungan dan upaya meningkatkan kebersamaan solidaritas sosial, (4) pendistribusian secara adil dan merata, dilakukan sebagai pengamalan perintah syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah. [3] (5) dan pahala pertama, untuk orang yang berkurban itu sendiri dan kedua, untuk semua pihak yang mendukung dan menciptakan suasana yang kondusif hingga terselenggaranya aktivitas pengorbanan karena Allah. [4] Demikian juga bagi mereka yang sedang melaksanakan haji, jika mereka diwajibkan menyembelih (unta, kambing, biri-biri, dan sapi), hendaklah disembelih di tanah haram dan dagingnya di hadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadah haji.
Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd
Hadirin, kaum Muslimin jamaah Id al-Adha yang berbahagia !
Dengan demikian ada lima ciri yang terdapat di dalam aktivitas pengorbanan karena Allah. Kelima cirri tersebut berkaitan dengan (1) niatnya, (2) orientasinya, (3) kemanfaatannya, (4) caranya dan (5) tujuannya.

1. Niatnya
Aktivitas pengorbanan yang disyari'atkan oleh Islam adalah aktivitas pengorbanan yang diniatkan karena Allah. Dalam konteks ini, al-Ghazali mengemukakan dalam Ihya bahwa seseorang tidak sampai kepada Allah (tidak akan dapat mencapai posisi kurban atau dekat dengan Allah; amal ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah) kecuali apabila orang itu :
a. Sanggup membebaskan diri dari pengaruh hawa nafsu.
b. Mampu mengendalikan diri sehingga ia tidak terjerumus ke dalam dan perilaku hidup hedonistic.[5]
c. Di dalam ia melakukan sesuatu perbuatan, ia hanya melakukan perbuatan yang benar-benar perlu dan diperlukan; ia bertindak efisien, disiplin, istiqamah, dan selalu peduli terhadap lingkungan dalam rangka memupuk kesadaran dan solidaritas.
d. Seluruh aktivitasnya, gerak maupun diamnya , seluruhnya ia niatkan karena Allah.
Esensi niat karena Allah adalah memurnikan ketaatan dan kepatuhan hanya kepada Allah sebagai wujud dari keimanan dan kesadaran selaku makhluk hamba Allah, dan khalifah Allah di muka bumi. Allah berfirman:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء... (البينة\98 :5)
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus… .
Niat karena Allah mempunyai fungsi antara lain: (1) menumbuhkan kesadaran tentang keberadaan (existensi) Allah , (2) menginsyafkan bahwa ketaatan, kepatuhan, kepasrahan, dan ketundukan hanya pantas diberikan kepada Allah, (3) menanamkan kesadaran bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, majikan atau buruh, pejabat atau bukan, semuanya dituntut untuk mentaati hukum; yaitu mengedepankan supremasi hukum; untuk melaksanakan kewajiban, ketentuan, dan peraturan, seluruh manusia sama di hadapan Allah; iman dan takwalah yang membuat seseorang dekat dan mulia di sisi Allah. (4) menjadikan Allah sebagai motivasi dan tujuan hidup dan (5) menghilangkan semua penyakit hati, seperti Syirik, kufur, munafik, takabbur, riya, 'ujub,, dan lain sebagainya.
Orang yang memiliki niat yang mempunyai keimanan dan kesadaran seperti ini, akan dapat melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, dan keluarganya pada saat Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah untuk mengorbankan putranya Ismail as.
Padahal Nabi Ibrahim puluhan tahun mendambakan anak, begitu Allah memberikan anak dan ketika anak telah sampai usia tamyiz, bisa mambantu dan berusaha bersama ayahnya Ibrahim datanglah perintah Allah untuk mengorbankannya. Apa yang menyebabkan Nabi Ibrahim siap untuk mengorbankan anaknya ?
a. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putranya tidak dapat menghalangi kepatuhan dan ketaatannya kepada Allah.
b.Ismail sendiri bahkan bersedia mengorbankan jiwa dan raganya karena patuh dan taat kepada Allah .

يآأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37:102)
"Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
a. Siti Hajar ra, sekalipun air matanya nampak menitik pertanda bahwa ia tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, tetapi secara pasti ia berkata: "aku rela kalau itu memang perintah Allah".
b. Setelah merasa pasti bahwa itu adalah keputusan dan ketetapan Allah, dalam kepastiannya sebagai pemimpin, sebagai orang kaya, bahkan sebagai orang yang bergelar Khalilullah, sebagai orang yang mempunyai kedekatan dengan Sumber Hukum dan Sumber Kebijakan. Tidak sedikitpun terbetik di hati Ibrahim dan keluarganya agar mereka diperlakukan secara berbeda di dalam melaksanakan peraturan dan ketentuan. Karena Nabi Ibrahim dan keluarganya sadar bahwa di hadapan Hukum Allah semua manusia sama; harus taat kepada perintah, taat kepada keputusan hukum, taat kepada peraturan dan ketentuan.
Kepatuhan dan ketaatan yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah ini, divisualisasikan (diragakan) secara simbolik dengan penuh keimanan dan keinsyafan oleh mereka yang melaksanakan ibadah haji, dan mereka yang melakukan ibadah kurban.
Aktivitas orang yang melakukan ibadah haji seluruhnya mencerminkan kepatuhan dan ketaatan ini. Bahkan untuk mencontoh Rasulullah – mencium hajar aswad (batu hitam) sekalipun mereka ikhlas dan rela melakukannya karena patuh dan taat kepada Allah . Hal ini, sejalan dengan apa yang mereka nyatakan di dalam talbiyah , Labbaik Allahumma Labbaik (Ya, Allah ini aku datang memenuhi panggilan-Mu; siap untuk melaksanakan apapun yang Engkau perintahkan, siap meninggalkan apapun yang Engkau larang ! Di dalam kehidupan pasca ibadah haji , kesiapan inilah yang menjadi salah satu indikasi penting bagi seseorang apakah hajinya mabrur atau tidak !


2. Orientasinya
Orientasi pengorbanan karena Allah diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan :
فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير. (الحج\ 22 : 28)
Maka makanlah sebagian dari padanya dan sebagian lagi berikanlah untuk makan orang-orang yang sengsara lagi fakir.
Ayat di atas Allah menyatakan bahwa daging kurban boleh dinikmati oleh orang yang berkurban yang merupakan nikmat dan anugrah Allah, tetapi sebagian yang lain; didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan.

3. Kemanfaatannya
Kemanfaatannya dirasakan oleh semua pihak:
a. Pihak yang berkurban, kualitas keimanan, dan ketakwaannya bertambah; posisinya semakin dekat kepada Allah.
b. Nikmat dan karunia Allah tidak hanya oleh orang-orang tertentu saja melainkan juga oleh orang-orang yang berada di lingkungannya, terutama oleh mereka yang berada pada posisi mustad'afin .
c. Penyakit-penyakit sosial, seperti sikap apatis, individualistik, egoistic, dan kazaliman-kezaliman lainnya diharapkan dengan sendirinya akan terkikis melalui proses interaksi dalam kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah, sehingga apa yang disebut dengan kesenjangan sosial akibat ketidak adilan yang dapat menimbulkan antara lain sikap dan perilaku kriminalitas serta anarkis dan kejahatan-kejahatan ekonomi dan sosial lainnya dapat dihindarkan.
4. Caranya
Cara berkurban karena Allah, seperti yang ditunjukkan oleh Allah sendiri, yaitu bukan dengan cara membinasakan manusia, tetapi justru dengan menyelamatkan manusia dan kemanusiaan; dengan jalan mensyukuri nikmat dan karunia Allah, dalam rangka mengoptimalisasikan kemanfaatan nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan oleh Allah dan menebarkannya secara adil dan merata.
Perintah penyembelihan terhadap Ismail semata-mata dimaksudkan hanya sebagi ujian, sebagai tuntutan pembuktian atas tekad kesetiaan yang pernah dinyatakan oleh Ibrahim as sendiri. Di samping sebagai Nabi, Ibrahim adalah seorang kaya yang sangat dermawan. Ia banyak mengorbankan harta kekayaannya untuk kepentingan sosial. Suatu waktu ia diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih sejumlah kambing dan sejumlah unta sebagai kurban dan santunan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Pujianpun banyak berdatangan tertuju kepadanya. Waktu itu, ia belum dikarunia anak. Pada waktu itulah ia berkata; bahwa anak sendiripun akan dikorbankan apabila hal itu, diperintahkan oleh Allah. Maka tatkala anak itu benar-benar telah lahir, bahkan telah dapat membantu pekerjaannya dan tentu merupakan anak yang sangat didambakan dan dicintai oleh Ibrahim as dan isterinya Siti Hajar. Dan datanglah tuntutan Allah agar Ibarahim membuktikan tekad dan kesetiaannya kepada Allah.
Setelah Ibrahim as yakin bahwa mimpi itu, benar-benar perintah Allah, iapun berbulat hati untuk melaksanakannya. Ayah dan anak tunduk pada kehendak Allah, tetapi Allah yang kemudian menghentikannya. Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibarahim dan Ismail as maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan kurban, Allah menggantikannya dengan seekor kambing yang besar[6] yang dagingnya diperintahkan untuk didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang membutuhkannya. فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير peristiwa ini menjadi dasar syariat Kurban yang dilakukan setiap tahun dalam rangkaian Hari Raya dan Ibadah Haji.

5. Tujuannya
Tujuan berkurban adalah taqarrub kepada Allah, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepada-Nya untuk memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha-Nya. Upaya mendekatkan diri kepada Allah تقرب إلى الله adalah proses yang terus menerus bergerak tanpa henti. Karena taqarrub إلى الله merupakan proses terus menerus tanpa henti; maka di dalamnya pasti terdapat dinamika, terdapat aktivitas, kreativitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi, yang kesemuanya berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan Allah; berjalan secara efisien, efektif, disiplin, istiqamah, dan manfaat bagi lingkungannya.
Allahu Akbar 3x Walillahi al- Hamd!
Hadirin, Kaum Muslimin Sidang 'Id yang berbahagia !
Ada 3 hal yang terus menerus bergerak dalam proses taqarrub إلى الله terus menerus bergerak tiada henti berzikir kepada Allah, ia bahkan melakukan تخلق بأخلاق الله ; proses internalisasi,; melakukan penyontohan dan peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah, sehingga akal sebagai top exekutif (presiden) di dalam wilayah kekuasaan jasmani dan ruhani dapat mengintruksikan kepada pancaindra dan anggota badan dengan instruksi-instruksi yang telah terilhami, yaitu akibat hatinya yang terus menerus berzikir dan takhalluq bi akhlaqillah . Maka yang keluar dari anggota badannya – yaitu sebagai tahaqquq atau realisasi dari zikir dan pikir serta proses peneladanan terhadap sifat dam akhlak Allah tadi – tiada lain adalah aktivitas-aktivitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi yang positif konstruktif dan berguna yang berwujud kegiatan-kegiatan yang di dalam bahasa agama disebut amaliyah shalihah yang pada gilirannya akan membentuk budaya dan kebudayaan yang saleh pula.

b. Kedudukan dan Martabat
Harkat, martabat, dan kedudukan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju kemuliaan dan kesempurnaan. Yaitu seiring dengan amaliyah –amaliyah salihah yang ia lakukan dan prestasi-prestasi mubarakah yang ia raih.

d. Keadaan Masyarakat dan Lingkungan
Keadaan masyarakat dan lingkungan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhai oleh Allah SWT . Sebab dari diri orang yang takarrub kepada Allah akan memancar cahaya, yaitu cahaya dalam bentuk amaliyah-amaliyah salihah tadi, yang dapat menghilangkan kepekatan-kepekatan sosial dan kesemerawutan tatanan kehidupan dan lingkungan, sehingga apa yang disebut di dalam Al-Qur'an dengan baldatun tayyibatun wa rabbun gafur[7] dapat terwujud menjadi kenyataan.


III. Makna Instrumen tal 'Id al-Adha/ Ibadah Kurban
Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd
Hadirin, Kaum muslimin dan Muslimat yang berbahagia!
Nilai-nilai, semangat, dan sejarah berkurban seperti yang telah kita sebutkan hanya akan menjadi "laksana mutiara dalam lumpur" manakala kita tidak dapat mewujudkannya ke dalam kenyataan hidup dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, sesuai dengan maksud dan tujuannya, seyogyanya ibadah kurban yang disyari'atkan oleh Allah ini, kita jadikan sebagai sarana pendidikan; kita jadikan sebagai instrumen atau alat untuk mewujudkan nilai-nilai intrinsiknya (harkat yang terkandung di dalamnya ) diaplikasikan dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari, sehingga sesuai dengan sifatnya dan kemanfaatannya dapat dirasakan secara bersama-sama, terutama oleh masyarakat dan lingkungan di mana kita berada.

IV. Penutup
Hadirin kaum muslimin sidang Id al-Adha yang berbahagia!
Demikianlah, Khutbah Tentang Ibadah Kurban / 'Id al-Adha tidak boleh berhenti hanya pada makna intrinsiknya, akan tetapi ia harus berlanjut dengan mengaplikasikan makna-makna tersebut melalui makna instrumentalnya: dan inilah yang dikehendaki oleh setiap peribadatan atau ritual dalam Islam.

Hadirin yang berbahagia !
Di dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, di mana bangsa Indonesia mendapat cobaan yang beruntun, tidak putus-putusnya; mulai dari musibah Tsunami di Aceh dan Nias, Tsunami di Sukabumi, Cirebon, dan lain-lain tempat. Gempa bumi di Yogyakarta dan terakhir ini, musibah Semburan Lumpur Panas di Sidoarjo yang masih berlangsung sampai hari ini dan juga bermunculan semburan Lumpur di beberapa tempat di Jawa dan Kalimatan.
Di samping itu bangsa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari krisis-krisis yang melanda bangsa ini, seperti krisis sosial, krisis kepemimpinan, politik, krisis ekonomi, bahkan krisis moral, krisis nilai, ajaran, solidaritas sebagai bangsa, krisis kepercayaan, krisis kejujuran, dan semangat pengorbanan. Nampaknya, kita sangat membutuhkan semangat pengorbanan dan solidaritas, agar kita dapat keluar dan terbebas dari segala bentuk krisis yang kita sedang alami. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku khatib mengajak; marilah Hari Raya Idul Adha dan penyelenggaraan ibadah kurban 1427 Hijriah kali ini, kita jadikan sebagai momentum untuk mewujudkan nilai, ajaran, semangat nilai jiwa pengorbanan karena Allah, dan solidaritas, baik sebagai bangsa Indonesia, maupun sebagai umat Islam sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya. Dengat semangat taqarrub kepada Allah kita tingkatkan zikir dan pikir kita, kita tingkatkan semangat pengorbanan dan solidaritas, kita tingkatkan proses penyontohan serta peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah tertutama terhadap sifat-sifat-Nya Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maha Pengatur dan Maha Pemelihara, Maha Pemberi Pertolongan dan Maha Penyantun, Maha Pemaaf dan Maha Pemberi Nikmat, Maha Pelimpahan Kebaikan dan Maha Pemberi Karunia, Maha Pemberi tobat dan Maha Pembebas dari segala penderitaan dunia maupun penderitaan akhirat. Dengan cara seperti itulah إن شاء الله kita akan mampu menghadapi krisis-krisis yang kini sedang melanda kita bangsa Indonesia; Hanya dengan cara meningkatkan zikir dan pikir dengan meningkatkan taqarrub kita kepada Allah dan berakhlak dengan sifat dan akhlak Allah, dengan memohon taufiq, hidayah, dan "inayah Allah, kita akan dapat melewati segala bentuk krisis tersebut karena kita senantiasa bersama Allah. Kita dapat menjalani hidup dan kehidupan ini dengan sukses , penuh dengan rahmat, maghfirah, keberkahan, dan keridhaan-Nya apapun tantangan dan ujiannya! Kita memohon kiranya Allah SWT berkenan memberi kekuatan dan kemampuan kepada kita, memberikan taufiq, hidayah, dan 'inayah-Nya kepada kita semua, terutama kepada mereka yang berada pada posisi "bisa membantu" mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Kita ucapkan selamat kepada mereka semua yang berkurban; karena niatnya yang tulus ikhlas, amal ibadahnya diterima oleh Allah; dosa dan kesalahan mereka diampuni; segala usaha dan aktivitasnya diberkati, sedang perniagaannya dengan Allah, yaitu pengorbanannya di jalan Allah yang berdimensi vertikal dan horizontal, yang berdampak kepada harmonisnya kehidupan sosial, mendapatkan anugerah dan ridha Allah. Di dunia mereka mendapatkan bimbingan dan tuntunan Allah. Sedang di akhiratnya nanti mereka dimasukkan ke dalam syurga dengan limpahan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT.
Kepada mereka yang menunaikan ibadah haji, semoga hajinya diterima oleh Allah sebagi haji yang mabrur. Kepada mereka yang kini dilanda berbagai musibah dan kesulitan, terutama kesulitan yang diakibatkan oleh berbagai krisis seperti yang disebutkan sebelumnya, semoga Allah memberikan kesabaran dan segera menghindarkan mereka dari kesulitan-kesulitan yang mereka alami.
إنما يُوَفَّى الصابرون أجرَهم بغير حساب . (الزمر\ 39 : 10 )
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Orang-orang yang sabar mereka dimasukkan dalam syurga tanpa melalui timbangan amal baik atau buruk di hari kiamat.
Kepada kita semua, kepada bangsa Indonesia, kepada kaum mukminin dan mukminat di manapun mereka berada, kepada ibu dan bapak kita, kepada para pemimpin kita, kepada anak, cucu dan keluarga kita, kepada generasi kita yang akan melanjutkan hidup kita, kiranya Allah berkenan memberikan ketetapan iman dan Islam, memberikan taufiq, hidayah dan 'inayah-Nya, memberikan kemudahan dan keberkahan-Nya, sehingga kita dapat memperoleh kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak.
Amin ya rabbal 'alamin.
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات ، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنه قريب مجيب الدعوات ويا قاضى الحاجات ويا غافر الذنوب والخطيئات، برحمتك يا أرحم الراحمين. والحمد لله رب العالمين .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته .


[1] ومن الناس من يشرى نفسه ابتغاء مرضات الله ، والله رؤوف بالعباد. (البقرة :2 : 207)
Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah ; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambanya.
[2] لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم ... (الحج :22 : 37)
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah , tetapi ketaqwaan dari kamu yang dapat mencapainya.
[3] والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير، فاذكروا اسم الله عليها صوافَّ ، فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطعموا القانع والمعترَّ ، كذلك سخرناها لكم لعلكم تشكرون. (الحج\ 22 : 36)
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamuj meyembelinya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Dan kemudian telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak minta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepadamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
[4] لكم فيها منافع إلى أجل مسمًّى ثم محِلُّهـا إلى البيت العثيق . (الحج \ 22 : 33)
Bagi kamu pada binatang-binatang (hadyu), itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang telah ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa), menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah).
[5] Pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989: 302
[6] فلما بلغ معه السعى قال يا بنى إنى أرى فى المنام أنى أذبحك فانظر ماذا ترى، قال يا أبت افعل ما تؤمر ، ستجِدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37: 102)
فلما أسلما وتله للجبين .(103)
وناديناه أن يا إبراهيم .(104)
قد صدقت الءيا ، إنا كذلك نجزى المحسنين. (105)
إن هذا لهو البلاء المبين . (106)
وفديناه بذبح عظيم.(107)
Maka tatkala anak itu sampai pada usia dapat berusaha bersama-sama Ibrahi, Ibrahim berkata; "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu . Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab : Wahai ayahku , kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (102)
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya .(103)
Dan Kami panggil dia: Hai Ibrahim. (104)
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(105)
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.(106)
Dan Kami tebus anak itu dengan seokor sembelihan yang besar. (107)

[7] Surah Saba' / 34: 15