Kamis, 01 November 2007

KHUTBAH IDUL FITRI

PEMBENTUKAN JATI DIRI
DALAM PUASA RAMADHAN

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا ِلإِتْمَامِ شَهْرِ رَمَضَانَ وَأَعَانَناَ عَلىَ الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ وَجَعَلَنَا خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ للِنَّاسِ. نَحْمَدُهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَهِدَايَتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُسُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Allahu Akbar, wa lillahilh hamd
Dengan bersyukur ke hadirat Allah Swt. atas karunia dan rahmat-Nya pagi hari yang berbahagia ini kita menyambut kedatangan hari yang agung, hari raya fitri, hari raya kemuliaan dan kesucian.
Dengan rasa haru dan penuh ikhlas, kita semua melepas bulan Ramadhan, bulan yang luhur dan mulia yang dipenuhi dengan ampunan dan karunia. Kita bertakbir, mengagungkan Allah Swt. dan mensucikan-Nya dengan bertasbih, mensucikan dari segala sesuatu yang tidak layak pada-Nya.
Takbir, tahlil dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya diucapkan dengan lisan yang fasih denga penuh keikhlasan dan kepasrahan. Rona dan wajah setiap manusia muslim menanpakkan kebahagiaan yang cemerlang dan ketulusan yang mendalam, jauh sampai ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang kuat dan mengakar ke dalam jiwa yang suci. Semua itu merupakan perwujudan dari pernyataan syukur kita, ke hadirat Allah Swt. atas segala karunia dan nikmat-Nya. terutama karunia yang paling agung berupa petunjuk dan hidayah-Nya. Hidayah itu membibing kita meniti cahaya yang terang benderang, menuju kehidupan yang sukses, lahir dan bathin. Kita bersyukur telah dapat melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dengan ketabahan dan keikhlasan.
ãöky­ tb$ŸÒtBu‘ ü“Ï%©!$# tAÌ“Ré& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# ”W‰èd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3“y‰ßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù y‰Íky­ ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( .........

Artinya: Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, (al-Baqarah, 2 : 185)

Pagi ini, kita merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan kehadirannya oleh setiap insan yang beriman, dengan demikian kita kembali kepada fitrah, yaitu kemurnian dan kesucian. Kembali kepada kemurnian dan kesucian berarti kita kembali kepada suasana yang bersih telepas dari dosa dan kesalahan. Setiap orang yang melaksanakan puasa Ramadhan sesuai denga petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah akan terlepas dosa dan kesalahannya sehingga menjadi suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Kesucian yang telah kita peroleh dengan susah payah itu hendaklah terus dipertahankan sampai bulan-bulan berikutnya dengan meingkatkan iman dan takwa kita serta bertaqarub kepada-Nya dengan tunduk dan patuh.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Puasa Ramadhan yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam agar memiliki kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat meningkatkan potensi kesucian rohaninya. Ibadah shiyam dapat membentu jati diri muslim yang pari purna dengan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt. Iman dan takwa itu dibuktikan dengan senantiasa berpegang teguh kepa petunjuk-Nya, melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dengan mempertahankan kelestarian iman dan taqwa, kita meniti jalan yang lurus untuk mencapai keridhaan Allah Swt, keridhaan yang senantiasa didambakan oleh setiap manusia yang beriman. Menuju keridhaan yang agung dan luhur itu harus ditempuh dengan melaksankan ibadah dan amal shaleh secara ikhlas dan jujur, sesuai dengan ikrar kita yang selalu kita ucapkan dalam do’a iftitah yang dibaca pada saat awal melaksanakan shalat. “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah) (QS. al-An’am : 162-163).
Pembentukan jati diri dalam ibadah shiyam merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia mukmin, karena dengan jati diri itulah kita akan bersikap istiqomah dalam menjalani ajaran agama. Ibadah shiyam yang kita laksanakan, harus mampu membentuk jati diri setiap muslim dan meningkatkan kualitasnya dari tahapan yang paling rendah menuju tahapan yang paling tinggi.

Kaum muslimin, para jamaah yang kami muliakan.
Pembentukan jati diri itu, menuju perubahan pada yang lebih sempurna, sebagaimana yang dicontohkan oleh kehidupan para sahabat Nabi dan Tabiin generasi awal. Perubahan yang sangat mendasar menuju jati diri yang sempurna misalnya kita bisa mengambil contoh dar peristiwa berikut ini:
Pada suatu saat Rasulullah Muhammad Saw. menerima tamu, seorang pria dari kalangan musyrik Arab jahiliyah. Nabi menerima tamu itu sebagaimana layaknya beliau menerima tamu yang lain, dihormati selayaknya dan dipersilahkan duduk di ruang yang telah disediakan. Nabi Saw. menyuguhkan kepada tamu itu segelas air susu murni. Demikianlah kebiasaan dan kebangaan orang-orang Arab pada waktu itu, mereka sangat berbahagia sekali apabila dapat menyuguhkan pada tamunya air susu murni yang mereka perah dari kambing atau unta.
Setalah disuguhi segelas air susu, tamu itu meminumnya sampai habis. Kemudian Nabi menyediakan gelas yang keduanya, itupun diminum sampai habis lalu Nabi menyediakan gelas yang ketiga itupun diminum sampai habis. Hal itu terus berlangsung sampai tujuh gelas. Pertemuan itu kemudian berlalu begitu saja, tidak ada hal yang perlu dicatat, pria Arab jahiliyah kembali ke rumahnya dan Nabi pun melaksanakan aktivitas dakwahnya sebagaimana biasa.
Kira-kira beberapa bulan setelah itu, pria Arab jahiliyah tadi masuk Islam, sebagai seorang mualaf dia merasa ketinggalan dengan para sahabat lain, karena itu dia terus mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya dengan baik. Dalam jangka waktu tidak begitu lama pria mualaf itu telah menjadi seorang muslim yang sangat baik. Setelah menjadi pria muslim yang baik dia mengujungi rumah Nabi kembali. Nabi menerima tamu mualaf ini, langsung teringat dengan kunjungan yang pertama dulu, kemudian Nabi menyediakan segelas air susu, sebagaimana dulu menyediakannya. Pria mualaf itu kemudian minum segelas air susu yang disediakan oleh Nabi sebagaimana dulu ia meminumnya.
Ketika Nabi akan menyediakan gelas yang kedua, tiba-tiba pria mualaf itu mengatakan, “Wahai Rasulullah cukup untukku, cukup untukku dengan segelas susu itu.” Nabi Saw. mengomentari sikap pria mualaf yang telah berubah drastis dari kebiasaan jahiliyahnya dan menggantinya dengan jati diri seorang muslim, beliau mengatakan:
الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Seorang mukmin cukup meminum dengan satu gelas, sedangkan orang kafir baru puas minum dengan tujuh gelas. (HR. Muslim. No Hadis: 3843)

Dari contoh itu kita bisa melihat secara langsung betapa besarnya perubahan sikap dan jati diri dari seorang jahiliyah menjadi seorang mukmin. Pola hidup yang tadinya dipenuhi dengan kerakusan digantinya dengan kesederhanaan. Kesederhanaan dalam pola makan, dalam pola berpakaian dan bertingkah laku. Manusia mukmin yang melaksanakan ibadah Ramadhan juga diarahkan agar melakukan perubahan yang besar dalam membentuk jati dirinya, dari manusia yang berkualitas rendah menjadi berkualitas tinggi menuju kesempurnaan sesuai dengan ajaran Islam. Puasa Ramadhan pada hakikatnya dapat membentuk jati diri seseorang menjadi pribadi yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.Salah satu jati diri manusia mukmin adalah berpola hidup sederhana dan dapat mengendalikan nafsunya sehingga tidak terjerembab dalam lembah kehinaan dan kehancuran.
Ada tiga macam nafsu yang sering menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan yaitu nafsu dari dorongan perut, libido sexual, dan hawa nafsu yang menyesatkan. Nabi Saw. sangat mengkhawatirkan umatnya terjerembab dalam tiga macam nafsu yang menghancurkan itu, sehingga beliau bersabda:

إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى
Artinya: “sesungguhnya aku mengkhawatiri kamu sekalian terjerembab dalam keinginan hawa nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa nafsu yang menyesatkan. (HR. Ahmad. No Hadis:18951)

Dalam kenyataan pada kehidupan modern yang kita jalani sekarang, dimana sikap hidup materialisme, konsumtivisme, dan hedonisme, terus menggerogoti masyarkat kita, kita jumpai betapa banyakanya orang yang telah terjerembab dalam lembah kenistaan dan kehinaan. Ada sebagian dari masyarakat yang terjerembab ke dalam hawa nafsu perutnya sehingga ia menjadi budak perutnya sendiri, maka ia pun makan secara berlebihan, minum secara berlebihan, sehingga hidupnya hanya memenuhi dorongan perutnya. Orang seperti ini tergolong dalam kelompok manusia yang paling buruk dari umat Nabi Muhammad Saw.
Kalau orang pertama tadi menjadi budak perutnya sendiri, sehingga ia terjerembab dalam kehinaan dan kehancuran, sedangkan kelompok kedua banyak orang yang menjadi budak dari dorongan libidonya sehingga ia menjadi budak nafsu seksualnya. Keadaan seperti ini lebih membahayakan lagi, karena akan menimbulkan kerusakan dan kehinaan yang lebih parah. Banyak keluarga dan masyarakat yang hancur karena menjadi budak libido dan nafsu seksualnya. Akibat memperturutkan nafsu seksual banyak menyebabkan manusia bergelimang dengan dosa, seperti; perselingkuhan, perzinahan, dan timbulnya deviasi seksual yang mengerikan.
Kalau orang kedua tadi menjadi budak dari dorongan seksualnya sendir, maka kelompok yang ketiga, adalah manusia-manusia yang diperbudak oleh hawa nafsunya sendiri, keadaan ini jauh lebih berbahaya lagi, karena memperturutkan hawa nafsu akan mencampakkan pelakunya menuju kehancuran yang sangat menakutkan. Bahkan terkadang hanya berapa detik saja orang tidak bisa mengendalikan hawa nafusnya ia telah terjerumus dalam kerusakan dan kehancurn dan penyesalan yang sangat berat selama-lamanya di dunia dan akhirat Karena itu Nabi menyatakan: “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu sendiri” (Ihya’ Ulumuddin).
Al-Qur’an memperingatkan orang-orang yang terjerembab dalam kemauan hawa nafsu yang menyesatkan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Ahqaf : 20.
tPöqtƒur ÞÚt÷èムtûïÏ%©!$# (#rãxÿx. ’n?tã Í‘$¨Z9$# ÷Läêö7ydøŒr& óOä3ÏG»t6Íh‹sÛ ’Îû â/ä3Ï?$uŠym $u‹÷R‘‰9$# Läê÷ètFôJtFó™$#ur $pkÍ5 tPöqu‹ø9$$sù tb÷rt“øgéB z>#x‹tã Èbqßgø9$# $yJÎ/ ÷LäêZä. tbrçŽÉ9õ3tGó¡n@ ’Îû ÇÚö‘F{$# ÎŽötóÎ/ Èd,ptø:$# $oÿÏ3ur óOçFZä. tbqà)Ý¡øÿs? ÇËÉÈ
Dan (Ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu Telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu Telah bersenang-senang dengannya; Maka pada hari Ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan Karena kamu Telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan Karena kamu Telah fasik".

Berbagai kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat, karena manusia memperturutkan hawa nafsunya sendiri.Ibadah puasa Ramadhan yang kita jalani sekarang ini, dapat melatih dan melindungi diri kita agar tidak terjerembab dalam kubangan hawa nafsu, sebagaimana yang disebutkan di atas. Dengan demikian puasa dapat membentuk jati diri yang paripurna, menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa.

Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Hadirin dan hadirat yang mulia
Kembali kepada fitrah yang suci dan bersih itulah yang sesungguhnya kita jalani sekarang ini. Hari yang amat berbahagia ini dinamakan ‘Idul Fitri’, yaitu kesucian dan keutuhan yang telah kita peroleh kembali setelah kita melakukan puasa Ramadhan sebulan penuh. Karena itu hari ini adalah hari kemenangan dan kejayaan bagi kita semua, karena kita telah berusaha meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, ucapan yang paling tepat kita ikrarkan pada hari ini adalah suatu do’a:

اللّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَآئِدِيْنَ وَالْفَآئِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ

“Wahai Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah yang memperoleh sukses dan kemenangan serta diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt”.

Dengan kembali kepada fitrah, kita akan mencapai kebahagiaan dan kesuksesan lahir batin yang selalu kita harapkan. Sesuai dengan petunjuk Ilahi, marilah kita bertakbir mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan marilah kita bersyukur atas segala rahmat dan karunia-Nya.
Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan senantiasa memperoleh rahmat-Nya. Amiin.

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فََهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ أَعْرَضَ وَتَوَلَّى عَنْهُ فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
***
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ، أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.

KHUTBAH IDUL ADHA 2007

IDUL ADHA DAN HUMANISME RELIGIUS
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ 3×
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
الْحَمْدُ ِللهِ الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ (وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ)
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهََ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Pada hari mulia dan luhur ini, semua kaum muslimin yang bertebaran disegenap penjuru dunia, serempak secara bersama-sama menyambut kedatangan Idul Adha dengan ucapan tahmid, tahlil dan takbir. Gemuruh suara takbir dan tahmid bergema diangkasa raya, diucapkan oleh setiap orang muslim dengan tulus dan khusu’. Manusia muslim dalam segala keadaan, dalam berbagai status sosial menghadap keharibaan-Nya dengan tunduk dan patuh, menghayati dan merasakan keagungan-Nya. Dia yang Maha Agung, Maha Kuasa dan Maha Esa, untuk-Nya segala keagungan, kesempurnaan dan kekuasaan. Hanya kepada-Nya kembali segala puja dan puji dari segenap makhluk-Nya, yang hidup dan berkembang di alam raya ini.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Apabila kami yang berada di tanah air menyambut hari raya Idul Adha yang mulia dengan takbir dan tahmid dengan rasa syukur dan tulus, maka jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji berkumpul di tanah suci Makkah, Arafah dan Mina untuk menunaikan ibadah haji. Mereka datang dari berbagai pelosok dunia, dari berbagai bangsa dan suku, dalam segala keadaan, mereka menyatu dalam ketaatan dan kepasrahan kepada Khalik-nya. Mereka menanggalkan segala atributnya masing-masing, meninggalkan berbagai kegiatan di tanah air untuk menghadap kepada-Nya yang Maha Rahman dengan keikhlasan yang mendalam sampai kelubuk hati. Para jamaah secara bersamaan mengumandangkan kalimat yang sama, kalimat yang agung, yaitu kalimat talbiah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ لاَ شَرِيْكَ لَكَ.
“Kami penuhi panggilan-Mu wahai Allah, wahai Allah kami datang memenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan karunia hanyalah milik-Mu, milik-Mu segala kekuasaan dan kerajaan, tiada sekutu bagi-MU.”
Mereka yang menunaikan ibadah haji ke tanah suci itu, tidaklah semuanya orang-orang kaya, berpangkat atau berharta, sebagian besar dari mereka adalah rakyat biasa, yang semenjak kecil, ketika ia sadar sebagai seorang muslim telah mengukirkan niatnya untuk melaksanakan ibadah haji. Untuk merealisasikan niatnya yang kuat itu, selama bertahun-tahun mereka bekerja keras, berhemat dan menyisihkan uang yang diperolehnya sedikit demi sedikit, sehingga cukup bagi ibadah yang mulia itu. Mereka telah membiasakan diri untuk hidup sederhana, baik pada waktu mereka miskin maupun saat mereka berkecukupan. Mereka sisihkan sebagian hartanya yang diperoleh dengan jalan memeras keringat, dengan kerja keras, demi mengagungkan syiar agama Allah dan mengagungkan dakwah Islamiyah. Pengabdian yang tulus dan suci itu dilakukan dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Sekiranya kita mengamati sejarah perkembangan agama-agama besar dunia, akan dijumpai umumnya agama-agama itu berkembang sangat lambat. Ada yang memerlukan waktu ratusan tahun, bahkan ada yang ribuan tahun baru berkembang secara luas. Tidak demikian halnya kalau kita amati perkembangan dakwah Islamiyah yang dibawa Rasul Muhammad SAW, ia berkembang sangat cepat, dimulai dari Makkah dan dikembangkan di Madinah, terus menyebar keseluruh pelosok dunia. Rasul Muhammad SAW, dengan waktu yang relatif singkat, hanya kurang dari 23 tahun telah berhasil mengembangkan Islam di seluruh jazirah Arab. Seratus tahun kemudian dakwah Islam tersebar di berbagai negara sekitar jazirah Arab, memasuki Afrika Utara, Asia Muka, Asia Tengah dan Eropa Timur. Beberapa ratus tahun setelah itu, ia berkembang ke berbagai penjuru dunia, kalimat syahadat telah mengakar dengan kuat dari Maroko di Afrika Utara bagian Barat sampai ke Merauke di Indonesia bagian Timur.
Hadirin Para Jamaah Ied yang mulia

Perkembangan dakwah Islamiyah yang demikian pesat itu, pada dasarnya ditunjang oleh esensi ajaran Islam yang berkaitan dengan konsep kemanusiaan yang Islami atau ‘humanisme religius’. Sebagai telah dimaklumi, bahwa Islam sebagai agama wahyu terakhir yang sempurna, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT saja, yang disebut hubungan vertikal, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya, yang disebut hubungan horizontal. Kedua hubungan yang sangat luhur itu dalam al-Qur’an disebut: “Hablun minallâh dan hablun minannâs”.
Sebelum dibangkitkannya agama Islam yang dibawa Nabi besar Muhammad SAW, umat manusia di dunia dilanda permusuhan dan kebencian antar suatu bangsa dengan bangsa lainnya, permusuhan antar ras, suku dan golongan. Kelompok yang satu memusuhi kelompok yang lain, perbudakan terjadi diberbagai bagian dunia, ras diskriminasi, pembagian manusia dengan kasta-kasta, dari kasta yang paling tinggi sampai yang paling rendah. Dalam kehancuran yang meresahkan itu, Islam datang dengan konsep ajarannya mengenai persamaan hak, kemanusiaan yang luhur, tidak ada perbedaan antara suatu bangsa dengan bangsa lainya, antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya, kecuali dengan taqwa yang dimilikinya.

Islam mengajarkan bahwa kita semua adalah saudara, kita berasal dari jenis yang sama, tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya, kecuali dengan iman dan taqwa. Ajaran tentang humanisme tergambar dengan jelas melalui pesan-pesan Nabi SAW di padang Arafah. Lebih empat belas abad yang lalu, di padang Arafah yang tandus, yang kini mulai ditumbuhi pohon-pohon menghijau, Rasul Muhammad SAW menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan yang luhur. Dalam pidato perpisahannya di sana, juga dalam rangka ibadah haji, yang disebut haji wada’ atau haji perpisahan, sebagai ibadah haji terakhir sebelum beliau wafat. Rasul yang menjadi rahmat bagi alam semesta itu menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan yang amat mengharukan dan berkesan sampai kelubuk hati.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى.. (رواه أحمد والبيهقي والهيثمي)
“Wahai manusia, ingatlah, sesungguhnya Tuhanmu adalah satu, dan ayahmu juga satu. Tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa lain. Tidak ada kelebihan bangsa lain terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit hitam terhadap orang yang berkulit merah, tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah terhadap yang berkulit merah, kecuali dengan taqwanya..” (HR. Ahmad, al-Baihaqi, dan al-Haitsami).
Pidato perpisahan yang amat singkat itu membuat para sahabat Nabi terharu, sehingga pakaian ihram mereka yang putih bersih itu bersimbah air mata, menandakan pesan itu amat berkesan dan sangat berpengaruh terhadap prilaku mereka. Misi perdamaian dan persamaan hak inilah yang kemudian dikembangkan dan diperjuangkan para sahabat, sehingga menjadi umat yang besar dan berwibawa yang selalu dikagumi oleh semua bangsa di dunia.
Konsep kemanusiaan dalam Islam begitu luhur, semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita semua adalah bersaudara, tidak ada perbedaan antara yang satu dengan lainnya, kecuali dengan iman dan taqwanya. Firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ.. (الحجرات/49:13)
“Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang pria dan seorang wanita dan kami menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku, agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa”. (Q.S. al-Hujarat, 49:13)
Dalam ayat lainnya Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (الحجرات/49:10)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Oleh karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”. (Q.S. al-Hujarat, 49:10).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَ لاَ نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَ لاَ تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلاَ تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ اْلإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (الحجرات/49:11)
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mencela kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang dicela) lebih baik dari mereka (yang mencela) dan jangan pula wanita-wanita (mencela) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang dicela itu) lebih baik dari wanita (yang mencela) dan jangalah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (Q.S. al-Hujarat, 49:11)
Beberapa ayat tersebut di atas, jelas sekali membimbing umat manusia agar menjalin persaudaraan terhadap sesamanya. Saling berpesan mengenai kebenaran, ketabahan dan kesabaran. Dalam beberapa wasiat Nabi SAW banyak sekali dipesankan agar umat manusia menjalin persaudaraan dengan sesamanya. Nabi bersabda:
تَرَى الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ..الحديث (رواه البخاري)
“Engkau jumpai orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, saling mencintai dan beriba hati antara mereka bagaikan tubuh yang satu...” (H.R. Bukhari/No.5665).
مَنْ لاَ يَرْحَمِ النَّاسَ لاَ يَرْحَمْهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ (رواه مسلم)
“Siapa yang tidak bersikap kasih terhadap sesamanya, maka Allah tidak akan mengasihinya.” (H.R. Muslim/No.2319).
Pesan Arafah yang mulia itu akan tetap abadi, yang dapat kita petik dari pesan itu kali ini, bagaimana kita dapat membangkitkan kembali semangat persaudaraan dan ukhuwah si tengah-tengah masyarakat. Apalagi dalam suasana krisis ekonomi, politik dan kepercayaan seperti sekarang ini, sehingga pesan itu benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Peran para pemimpin, ulama atau ilmuwan dan tokoh masyarakat sangat penting dalam memasyarakatkan pesan kemanusiaan yang luhur itu.
Islam meletakkan dasar-dasar persamaan derajat dan hak asasi bagi setiap diri manusia. Dengan konsepsi itu tertolaklah segala pandangan yang berlawanan dengan peradaban manusia yang luhur. Sebagai wujud dari kemanusiaan yang luas, Islam mengajarkan agar tetap memelihara kelestarian kehidupan alam semesta. Agama Islam sesuai dengan namanya yang berarti selamat, damai, patuh dan taat, sangat menaruh perhatian terhadap kelestarian alam semesta. Kehidupan umat manusia dibentuk dalam persaudaraan dan perdamaian, demikian juga dengan kelestarian makhluk lain, seperti benda mati, flora dan fauna. Umat manusia diarahkan agar mengusahakan perbaikan dalam alam raya ini dan menghindari perbuatan yang merusak dan tercela. Perhatikan ayat berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا أتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَ لاَ تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (القصص/28:77)
“Dan carilah apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S. al-Qashash, 28:77).
وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (البقرة/2:60)
“Dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan” (Q.S. al-Baqarah, 2:60)
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا (الأعراف/7:56)
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya”. (Q.S. al-A’raf, 7:56)
Dalam ayat lain Allah SWT mengingatkan kita bahwa berbagai kerusakan yang terjadi dalam alam semesta, kerusakan di darat, laut dan udara adalah disebabkan oleh perbuatan manusia. Kerusakan itu disebabkan oleh ulah manusia yang hanya mementingkan diri sendiri, yang serakah, yang senang berbuat kerusakan. Mereka berlomba-lomba dengan teknologi canggihnya untuk membuat senjata pemusnah, senjata dan ulah manusia itu akan menjadi bumerang yang membinasakan diri sendiri dan manusia lainnya.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم/30:41)
“Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (Q.S. al-Rum, 30:41).
Ajaran Islam mengarahkan umat manusia agar mengambil pelajaran dari segala kejadian dan peristiwa yang berada disekitar kita. Dengan demikian, setiap diri manusia akan menyadari sedalam-dalamnya hakikat kehidupan. Harus disadari, betapapun hebat dan komplitnya ajaran Islam, tidak akan berkembang dengan pesat kalau tidak memperjuangkan secara sungguh-sungguh. Berkembangnya ajaran Islam yang demikian cepat itu, selain karena esensi ajarannya sebagaimana diuraikan di atas juga karena perjuangan dakwah yang dilakukan umatnya dari masa ke masa dan dari satu periode ke periode yang lain. Melalui peristiwa ibadah haji, Idul Adha, ibadah Qurban dan sebagainya. Bila dihayati dengan baik, akan menimbulkan motivasi yang luhur dalam menyebarluaskan ajaran Islam.
Para pendahulu kita, para Nabi dan Rasul, sahabat dan para pemimpin umat telah banyak memberikan teladan pada kita untuk dihidupkan kembali dalam ruh perjuangan umat. Betapa gigih dan tabahnya Nabi Ibrahim as menegakkan kalimat tauhid. Betapa besarnya pengorbanan Nabi Ismail as dan ibunya Siti Hajar dalam membela kebenaran. Betapa tulusnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya memperjuangkan agama Allah dengan tabah dan tidak mengenal lelah, sehingga agama Islam berkembang ke seluruh pelosok dunia. Kitapun di Idul Adha yang mulia ini, sehabis shalat hendaknya berjanji dalam kalbu masing-masing untuk mendarma baktikan apa yang kita miliki bagi kejayaan agama Islam dan kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. “Tidaklah Kami mengutusmu (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.”

- Khutbah Kedua:

الله أكبر ×7
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحًمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، وَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
اَللّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

KHUTBAH JUMAT (masjid dan kuburan)

MESJID DAN KUBURAN
Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., MA.

الحمد لله العزيز الغفور، الذي جعل في الإسلامِ الحنيفِ الهُدَي والنور، الذي قال: (وما الحياةُ الدنيا إلا مَتَاعُ الغرور)، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خاتم الأنبياء والمرسلين، وعلي آله الطيبين، وأصحابه الأخيار أجمعين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. قَالَ الله تَعَالَى في القرآن العظيم: (يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ). وَقَالَ أَيْضًا: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا). أَمَّابَعْدُ؛
Hadirin, jamaah shalat Jum’at mesjid At-taufik yang dimuliakan oleh Allah SWT!
Pada kesempatan shalat Jumat yang berbahagia ini, saya akan menyampaikan suatu topik permasalahan yang cukup penting, yang akhir-akhir ini cukup meresahkan sebagian kaum muslimin dalam beribadah kepada Allah SWT. Suatu permasalahan yang dahulunya itu adalah bukan suatu masalah, namun sekarang dijadikan masalah. Bahkan menyeret kepada perpecahan umat. Padahal apa yang mereka yakini, bahkan mereka paksakan kepada kita, sebenarnya adalah suatu kekeliruan dan kesalahan fatal.
Lebih jelasnya, saya akan menyampaikan suatu topik permasalahan tentang kuburan dan mesjid, atau apa hukumnya jika ada suatu mesjid yang di dalamnya atau di sampingnya ada kuburan?

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh...
Perlu kita sadari bersama, bahwa di zaman kita sekarang ini sangat banyak fitnah yang terjadi di dalam tubuh umat Islam. Di antara fitnah-fitnah itu adalah timbulnya suatu aliran baru di awal abad 19. Aliran ini banyak berpegang kepada pendapat seorang ulama kontroversial yang hidup di abad ke-7 H./13 M. Faham ini telah memporak-porandakan persatuan dan kesatuan umat. Mereka secara sadar ataupun tidak sadar, secara âlim ataupun jâhil, disengaja maupun tidak, dengan niatan baik ataupun buruk, telah berani mengkafirkan saudara-saudaranya yang seiman dan seakidah, saudaranya yang meyakini bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasulullah.
Di antara faham yang mereka usung, sampai terkadang rela mengkafirkan umat ini adalah tentang sabda Nabi SAW yang berbunyi:
لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ (متفق عليه)
“Allah SWT melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai mesjid.”
Pemahaman yang benar dari hadis ini sesungguhnya adalah, bahwa kuburan itu yang dijadikan sebagai mesjid, bukan kuburan yang menempel atau ada di salah satu ruangan di dalam mesjid. Karena sesuatu yang menempel dengan kuburan bukanlah kuburan. Bangunan mesjid yang ada kuburan di dalamnya, tidak disebut sebagai kuburan. Demikian juga, kuburan itu tidak dikatakan sebagai mesjid. Jika demikian adanya, berarti tidak ada sesuatu yang diperdebatkan di dalam kandungan hadis ini, karena tuduhan dengan yang dituduhkan tidak terbukti. Ini jika kita memahami hadis ini dari sisi lahiriahnya atau jika kita ingin menelan mentah-mentah arti hadis ini apa adanya seperti yang mereka inginkan.
Sebagai pertimbangan, mari kita coba simak firman Allah SWT dalam surat al-Kahfi ayat 21:
قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا(21)
“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka (yakni orang-orang yang beriman) berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah mesjid di atas kuburan mereka.”
Lahiriah ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka” di dalam ayat ini adalah orang-orang beriman. Karena mesjid dibangun oleh orang-orang beriman. Sedangkan orang-orang kafir mendirikan bangunan bukan mesjid seperti perkataan mereka dalam ayat ini, “Ubnû ‘alaihim bun-yânâ” yang artinya “dirikanlah sebuah bangunan di atas kuburan mereka”. Dari ayat ini dapat difahami, bahwa Allah SWT menyetujui dan menguatkan keberadaan orang-orang beriman yang membangun mesjid di atas makam orang shaleh, para Ashabul Kahfi. Bahkan, dirasakan ada semacam pujian ketika kuburan mereka dijadikan sebagai tempat untuk menyembah Allah SWT. Jika tidak demikian halnya, pasti Allah SWT akan memperjelas maksud dari ayat tersebut. Maka ayat ini menunjukkan bahwa membangun mesjid di atas kuburan adalah boleh.
Hal ini juga pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Seorang sahabat mulia yang bernama Abu Jandal bin Suhail telah membangun mesjid di atas kuburan seorang sahabat lain yang bernama Abu Bashîr ast-Tsaqafi dengan dihadiri oleh sekumpulan sahabat Rasulullah SAW yang lain, dan itu dilakukan di saat Rasulullah SAW masih hidup dan atas sepengetahuan beliau tanpa beliau ingkari. Riwayat lengkap hadis ini bisa hadirin temukan di dalam kitab-kitab turats terkenal, semisal kitab Asadul Ghâbah pada juz 5 halaman 35. Kitab hadis Sunanul Kubra karya ulama hadis terkemuka; Imam Baihaqi pada juz 9 halaman 227, kitab Al-Istî’âb karya Ibnu Abdul Bar pada juz 4 halaman 21, maupun kitab-kitab lain seperti riwayat Ibnu Ishaq dalam kitab As-Sîrah, riwayat Abu Mûsa dalam kitab al-Maghâzi. Ini alasan yang pertama.

Yang kedua, Rasulullah SAW telah dikuburkan di dalam rumah Siti Aisyah atas wasiat Rasulullah SAW sendiri. Beliau bersabda,
مَا قُبِضَ نَبِيٌّ إِلاَّ دُفِنَ حَيْثُ قُبِضَ (رواه ابن ماجه في سننه 1\520، والبزار في مسنده 1\55، وأبو يعلي في سننه 1\31،32، وابن عبد البر في التمهيد 24\399)
“Seorang nabi tidak dikuburkan kecuali di tempat dia wafat.”
Sedangkan rumah Siti Aisyah menempel erat dengan mesjid, dan pintunya terbuka lebar serta nampak dari dalam mesjid. Para sahabat –sebagai orang-orang yang paling mengerti betul tentang Islam— tidak pernah menutup dan merapatkan pintu rumah Aisyah ini sepeninggal Rasulullah SAW. Tidak seorang pun sahabat Rasulullah maupun para Tabiin setelahnya yang mengingkari kenyataan ini, padahal di tempat itu selalu didirikan shalat maupun rutinitas keagamaan yang lain. Maka sikap para sahabat ini merupakan ijma sahabat atau suatu kesepakatan seluruh sahabat Rasulullah SAW atas bolehnya kuburan menyatu dengan mesjid. Realitas tentang kuburan yang menyatu dengan mesjid ini bisa diartikan sebagai sunah para sahabat nabi yang lurus. Dalam hadis shahih dikatakan,
عليكم بسنتي وسنتة الخلفاء الراشدين من بعدي عضوا عليها بالنواجد (رواه أحمد 4\126، وأبو داود 4\200، والترميذي 5\44، وابن ماجه 1\15، وابن حبان في صحيحه 1\179، والحاكم في المستدرك 4\126).
“Kalian harus berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafâurrâsyidîn sepeninggalku, genggamlah erat-erat.”
Sampai-sampai, pada masa khilafah Bani Umayah, semua yang tejadi dengan makam Rasulullah SAW ini berkaitan dengan perbaikan bangunan fisik makam Rasulullah SAW, dan tidak ada seorang pun dari imam-imam mazhab yang empat (Abu Hanifah An-Nu’man, Malik bin Anas, Syafi’i, Ahmad bin Hamabl) maupun orang-orang yang hidup sebelumnya meminta untuk mengeluarkan makam Rasulullah SAW atau setidak-tidaknya lingkungan makam Rasulullah SAW dari dalam mesjid, padahal mereka mengetahui hadis tentang larangan menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah atau mesjid. Bahkan makam Rasulullah SAW selalu ramai dikunjungi seusai para sahabat menunaikan shalat.

Yang Ketiga, Sejarah telah mencatat dan menegaskan bahwa kuburan Nabi Ismail AS ada di bekas reruntuhan di bawah dinding Ka’bah bersama kuburan-kuburan yang lain. Jika keberadaan kuburan di dalam mesjid suatu yang terlarang sebagaimana faham yang mereka anut, maka hadis masyhur dari Rasulullah SAW tentang shalat di dalam mesjidil Haram lebih baik dari shalat di tempat lain di muka bumi ini menjadi tidak benar. Paling tidak, Rasulullah SAW pasti akan memerintahkan untuk menggali atau memindahkan keberadaan kuburan itu. Namun Rasulullah tidak melakukan itu.
Begitu juga dengan kuburan-kuburan yang ada di dalam mesjid Al-Aqsa di Palestina. Telah dapat dipastikan dan ditetapkan, bahwa di sana banyak kuburan para nabi dari keturunan nabi Ibrahim AS. Sebagaimana kita tahu bersama, Rasulullah SAW melakukan shalat di sana pada malam Isra dan Miraj. Mesjid Aqsha juga sebagai mesjid ketiga yang paling afdhal dan besar pahalanya di dalam mendirikan shalat.
Dalam hadis riwayat Bazzâr yang seluruh para perawi hadisnya terpercaya disebutkan, bahwa di atas mesjid Khaif yang ada di Mina terdapat puluhan kuburan orang-orang shaleh. Nabi SAW, para Sahabat, juga para Tabiin shalat di dalamnya tanpa ada satu orangpun yang mengingkari.

Yang Keempat, Mesjid-mesjid semacam ini sengaja dibangun di sisi kuburan berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan tadi. Juga untuk memperoleh berkah dan rahmat dari Allah SWT atas pembacaan Al-Quran yang dilantunkan di dalam mesjid, dzikir dan kumandang azan, berharap mayit di dalam kubur mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah atas kedekatannya di sisi mesjid. Jika si mayit adalah orang yang alim dan shaleh, semoga dia menjadi contoh dan suri tauladan bagi yang masih hidup.

Yang Kelima, Dari sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang, tidak ada satupun ulama Islam yang mengatakan haram hukumnya jika kita shalat menghadap kuburan atau shalat di atas kuburan, kecuali seorang ulama kontroversial yang saya sebutkan tadi. Hukum shalat menghadap kuburan atau di atas kuburan adalah boleh, paling maksimal adalah makruh tidak haram. Di dalam kitab Mudawwanah Kubra karya Imam Malik (seorang Imam Mazhab dalam Islam) sangat jelas disebutkan, “Ibnu Qâsim sahabat Imam Malik ditanya, “Apa pendapat Imam malik jika ada seseorang yang shalat di depan kuburan. Ibnu Qasim menjawab, “Imam Malik tidak melihat ada masalah jika seseorang shalat di depan kuburan. Bahkan dia sendiri jika shalat, kuburan terkadang ada di depannya, atau di belakangnya, atau di samping kanan dan kirinya,”. Sehingga Imam Malik berkata, “Telah sampai hadis kepadaku, bahwa para sahabat Rasulullah SAW shalat di kuburan.” Coba kita perhatikan sekali lagi! Anehnya, kelompok faham ini mengklaim bahwa Imam Malik melarang umat Islam untuk shalat di depan kuburan.
Oleh karena itu, Siti Aisyah tinggal dan menetap satu ruangan dengan makam Rasulullah SAW. Di ruangan itu juga ada makam sahabat yang lain; Abu Bakar dan Umar ra.
Yang Keenam, yang masih ada kaitannya dengan hukum shalat di kuburan atau menghadap kuburan adalah pendapat Imam Malik, seorang ulama hadis dan Imam Mazhab. Beliau mengatakan bahwa larangan untuk duduk di atas kuburan adalah larangan untuk duduk membuang hadas seperti kencing dan buang air besar. Beliau mengatakan boleh hukumnya untuk duduk di atas kuburan dengan dalil hadis shahih bahwa Sayidina Ali Karamallahu Wajhah dan para sahabat yang lain menggelar tikar, duduk dan tidur di atas kuburan. Sedangkan Sayidina Ali ra. digelari oleh Rasulullah SAW sebagai kota ilmu. Dalam hadis lain dikatakan Sayidina Ali ra. sebagai pintu dari kota ilmu. Oleh karena itu, maka dapat dipastikan, bahwa arti duduk dalam hadis itu adalah kinayah atau kiasan yang berarti duduk untuk buang hajat.
Adapun tuduhan bahwa menguburkan mayit di sisi mesjid sebagai suatu kemusyrikan adalah fitnah, tidak rasional, bukan akhlak islami, penyelewengan agama, penggelapan ilmu, dusta yang nyata kepada Allah SWT dan nabi-Nya, kepada para ulama dan orang-orang mukmin. Na’ûdzubillâh… Karena kita semua mengetahui bahwa kita tidak menyembah dan meminta kepada kuburan. Hadis لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ (متفق عليه) . “Allah SWT melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai mesjid.” Adalah larangan untuk menjadikan kuburan para Nabi dan orang-orang shaleh sebagai sesuatu yang disembah dengan menyekutukan Allah SWT. Para sahabat Rasulullah SAW dan ulama hadis memahami larangan Nabi SAW dalam hadis:
"لا تصلوا إلي قبر ولا تصلوا علي قبر"
"Janganlah kalian shalat menghadap dan di atas kuburan” sebagai pemahaman tauhid, yaitu larangan bagi orang yang tauhidnya kepada Allah SWT masih lemah, sehingga dikhawatirkan dia akan goyah dan salah pemahaman ketika dia shalat menghadap kuburan. Oleh karena itu Nabi SAW bersabda,
"كنت نهيتكم عن زيارة القبر فزوروها".
“Dahulu aku melarang ziarah kubur, tetapi sekarang ziarahilah oleh kalian”.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA
الحمد لله الملك الوهاب، الجبارالتواب، الذي جعل الصلات مفتاحا لكل باب، فالصلاة والسلام علي من نظر الي جماله تعالي بلا سطر ولا حجاب وعلي جميع الآل والأصحاب وكل وارث لهم الي يوم المآب. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد.
أيها الحاضرون رحمكم الله... قَالَ الله تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ). إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!

KHUTBAH JUMAT

KEBERADAAN RUH SETELAH MATI
Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., MA

الحمد لله العزيز الغفور، الذي جعل في الإسلامِ الحنيفِ الهُدَي والنور، الذي قال: (وما الحياةُ الدنيا إلا مَتَاعُ الغرور)، نحمده سبحانه وتعالي حَمْدَ مَنْ نَظَرَ فَاعْتَبَر، وَكَفَّ عن المساويءِ وازْدَجَر، وعَلِمَ أن الدُّنيا ليست بدار مَقَرّ. أشهد أن لا إله الله خلق الخلائق وأحكامَها، وقدّر الأعمار وحدّدها، وهو باقٍ لا يفوت وهو حيّ لا يموت، وأشهد أن محمدا عبدُه ورسولُه، أَمَرَ بتذكير الموتِ والفناء، والاستعدادِ ليوم البَعْث والجزاء. اللهم صلي الله علي سيدنا محمد خاتم الأنبياء والمرسلين وعلي آله الطيبين الطاهرين وأصحابه الأخيار أجمعين. أما بعد.

Hadirin, jamaah shalat Jum’at mesjid At-taufik yang dimuliakan oleh Allah SWT!
Pada kesempatan shalat Jumat yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan sebuah materi atau barangkali informasi yang mungkin agak jarang kita dengar, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan ruh setelah kita meninggalkan dunia yang fana ini. Seperti apakah sebenarnya kondisi ruh kita nanti? Jawabannya adalah Wallahu a’lam. Namun demikian, Allah SWT memberikan sedikit gambaran dan penjelasan melalui Hadis-hadis Rasulullah SAW.
Berkaitan dengan ruh ini Allah SWT berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الرُّوحِ قُلْ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا(85)
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah wahai Muhammad, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku. Kalian tidak diberikan pengetahuan tentang hal itu kecuali sedikit.”
Jelas sekali arti ayat ini, bahwa Allah SWT hanya memberitahukan ilmu sedikit saja tentang hal-hal yang berkaitan dengan ruh ini. Nah, informasi yang sedikit inilah yang akan kita coba sampaikan kembali kepada hadirin jamaah shalat Jum’at yang dimulian Allah SWT.
Di antara informasi yang telah sampai kepada kita dari baginda Rasulullah SAW berkaitan dengan ruh ini, di antaranya adalah:
1. Ruh orang beriman seperti burung terbang berwarna kehijauan, tinggal di dalam sesuatu yang mirip kubah cahaya yang terbuat dari bahan seperti emas di bawah ‘Arasyi. Nabi SAW bersabda tentang para syuhada yang gugur dalam perang Uhud:
(جعل الله أرواحهم فى أجوافِ طيرٍ خضرٍ تَرِدُ أنهارَ الجنةِ وتأكل ثمارَها وَتَأْوِيْ إلى قناديل من ذهب في ظلال العرش)
“Allah menjadikan ruh mereka dalam bentuk seperti burung berwarna kehijauan. Mereka mendatangi sungai-sungai surga, makan dari buah-buahannya, dan tinggal di dalam kindil (lampu) dari emas di bawah naungan ‘Arasyi.” (Hadis Shahih riwayat Ahmad, Abu Daud dan Hakim)
2. Orang yang telah meninggal dunia mengetahui orang yang menziarahi kuburnya. Nabi SAW bersabda:
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
3. Orang yang telah meninggal dunia saling kunjung-mengunjungi antara yang satu dengan yang lainnya. Nabi Saw bersabda:
(سألت أم هانئ رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: أنتزاور إذا متنا ويرى بعضنا بعض يا رسول الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يكون النَسَمُ طيرا تعلق بالشجر حتي إذا كان يوم القيامة دخلت كل نفس فى جسدها).
“Ummu Hani bertanya kepada Rasulullah SAW: “Apakah kita akan saling mengunjungi jika kita telah mati, dan saling melihat satu dengan yang lainnya wahai Rarulullah SAW? Rasulullah SAW menjawab, “Ruh akan menjadi seperti burung yang terbang, bergelantungan di sebuah pohon, sampai jika datang hari kiamat, setiap roh akan masuk ke dalam jasadnya masing-masing.” (HR. Ahmad dan Thabrani dengan sanad baik).
4. Orang yang telah meninggal dunia merasa senang kepada orang yang menziarahinya, dan merasa sedih kepada orang yang tidak menziarahinya. Nabi SAW bersabda:
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
“Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
5. Orang yang telah meninggal dunia mengetahui keadaan dan perbuatan orang yang masih hidup, bahkan mereka merasakan sedih atas perbuatan dosa orang yang masih hidup dari kalangan keluarganya dan merasa gembira atas amal shaleh mereka. Nabi SAW bersabda:
1. )إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
2. (تعرض الأعمال يوم الإثنين ويوم الخميس على الله، وتعرض على الأنبياء وعلى الآباء والأمهات يوم الجمعة فيفرحون بحسناتهم وتزداد وجوههم بياضا وإشراقا فاتقوا الله ولا تؤذوا أمواتكم)
“Seluruh amal perbuatan dilaporkan kepada Allah SWT pada hari Senin dan Kamis, dan diperlihatkan kepada para orangtua pada hari Jum’at. Mereka merasa gembira dengan perbuatan baik orang-orang yang masih hidup, wajah mereka menjadi tambah bersinar terang. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian menyakiti orang-orang kalian yang telah meninggal dunia.” (HR. Tirmidzi dalam kitab Nawâdirul Ushûl).
6. Orang-orang beriman hidup di dalam surga bersama anak-cucu dan keturuanan mereka yang shaleh.
)وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ(
“Dan orang-orang beriman yang anak-cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka. Kami tidak mengurangi dari pahala amal mereka sedikitpun. Setiap orang terkait denga apa yang telah dia kerjakan.” (At-Thur: 21)
7. Orang mukmin dapat melihat Allah SWT bagaikan melihat bulan purnama.
(عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ هَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ فِي الظَّهِيرَةِ لَيْسَتْ فِي سَحَابَةٍ قَالُوا لَا قَالَ فَهَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ لَيْسَ فِي سَحَابَةٍ قَالُوا لَا قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ رَبِّكُمْ إِلَّا كَمَا تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ أَحَدِهِمَا) رواه البخاري ومسلم.
“Dari Abu Hurairah Ra. Berkata, “Para sahabat bertanya, “Wahai rasulullah, apakah kita akan dapat melihat tuhan kita pada hari kiamat? Rasulullah SAW menjawab, “Apakah kalian ada kendala melihat matahari di sianghari yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Rasulullah kembali berkata, “Apakah kalian ada kendala melihat bulan di malam purnama yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Raulullah SAW melanjutkan, “Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak ada kendala melihat tuhan kalian kecuali seperti kalian melihat matahari atau bulan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ma’asyiral mukminin rahimakumullah…
Dari penjelasan beberapa dalil yang telah kita sebutkan tadi, ada beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil, di antaranya adalah pendapat Ibnul Qaim Aj-Jauziyyah yang mengatakan:
Hadis tentang mayit mengetahui dan menjawab salam orang yang menziarahinya tidak berarti bahwa ruh ada di dalam liang kubur di dalam tanah. Bukan seperti itu, melainkan bahwa ruh punya keterkaitan khusus dengan jasadnya. Di mana jika ada yang mengucapkan salam untuknya, dia akan menjawabnya. Ruh berada di suatu alam yang bernama alam Barzakh di suatu tempat yang bernama Ar-Rafîqul `A’lâ. Alam ini tidak sama dengan dunia kita, bahkan jauh berbeda. Hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui lika-liku dan detail-detailnya.
Dari dalil-dalil tadi juga bisa di simpulkan, bahwa tempat para arwah berbeda-beda dan bertingkat-tingkat derajatnya sesuai amal shaleh mereka.

KHUTBAH JUMAT

KEMATIAN HATI
Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., MA

الحمد لله الْمتوحد فى الجلال بكمال الجمال تعظيما وتكبيرا. الْمتفرد بتصريف الأحوال على التفصيل والاجمال تقديرا وتدبيرا. الْمتعالى بعظمته ومجده الذى نزل الفرقان على عبده ليكون للعالَمين نذيرا. أشهد أن لآ اله إلا الله وحده لا شريك له. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, لا نبي بعده.
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد. اما بعد فيا عباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله وطاعته لعلكم ترحمون
.

Segala puji bagi Allah yang Esa lagi Mulia, Allah yang diagungkan dan dibesarkan dalam kesempurnaan dan keindahan-Nya. Dia mengatur segala sesuatu, baik yang besar maupun yang kecil, dengan takdir dan aturan-Nya. Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Yang Maha Tinggi keagungan-Nya, dan yang menurunkan Al-Quran sebagai peringatan bagi seluruh ummat manusia.
Sholawat dan salam, semoga senantiasa dicurahkan bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW, juga bagi segenap keluarga serta para sahabat yang setia dan kita semua sebagai ummatnya, amiin
Hadirin sidang Jumat rahimakumullah,
Selaku khatib, kami mewasiatakan kepada diri kami pribadi dan hadirin sekalian mengenai takwa. Marilah kita berusaha semaksimal mungkin untuk selalu melakukan ketaatan dan menghindari segala larangan Allah. Lebih dari 50 kali di dalam Al-Quran Allah berfirman Ittaqullaah, bertakwalah kamu kepada Allah, bertakwalah kamu kepada Allah. Pengulangan hingga 50 kali ini, tentu saja menunjukkan sangat pentingnya masalah takwa tersebut. Dan memang hanya dengan takwa kepada Allah-lah kita akan hidup bahagia di dunia ini, di alam barzakh dan di alam akhirat kelak.
Janji-janji Allah kepada mereka yang bertakwa cukup banyak, dan janji tersebut juga tentang kehidupan dunia hingga akhirat. Di dunia, bagi mereka yang bertakwa Allah berjanji akan memudahkan urusannya, memudahkan rizqinya, menghapus kesalahannya dan lain-lain. Sedang di akhirat, bagai mereka yang bertakwa, Allah berjanji akan menyelamatkannya dari siksa neraka dan memasukkannya ke surga.
Demikianlah sebagian janji-janji Allah kepada mereka yang bertakwa, dan Allah tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Untuk itu marilah kita selalu bertakwa dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan kita kepada Allah. Karena sangat pentingnya masalah ini, sampai-sampai wasiat takwa dijadikan salah satu syarat sahnya sebuah khutbah Jum'at. Dan bila kita renungkan, seluruh isi khutbah yang disampaikan oleh para khotib, apapun juga materi yang disampaikan, kesemuanya kembali hanya kepada ajakan untuk meningkatkan iman dan takwa.
Sebagai manusia biasa yang tak mungkin lepas dari lupa, salah dan dosa, kita perlu terus-menerus saling mengingatkan, karena bila sewaktu-waktu utusan Allah berupa maut datang, hanya iman dan takwa itulah yang akan menjadi bekal kita untuk menghadap Allah SWT.
Seseorang yang bertakwa kepada Allah, akan mempunyai hati yang bersih dari berbagai penyakit hati. Dan kebersihan hati inilah yang akan bermanfaat saat kita menghadap Allah kelak. Sesuai dengan Firman Allah yang menceritakan doa Nabi Ibrahimm as, diantaranya beliau berdoa, "Jangan Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan kelak". Kapan hari kebangkitan tersebut dan bagaimana nasib seseorang saat itu?
يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم. وأزلفت الجنة للمتقين
(Hari kebangkitan tersebut) adalah hari saat harta dan anak tidak berguna lagi, kecuali mereka yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Dan pada hari itu didekatkan surga bagi mereka, orang-orang yang bertakwa. (Asy-Syuara': 77)
Hadirin rahimakumullah.
Bila kita mengetahui, bahwa bekal yang dapat menyelamatkan kita di akhirat kelak hanya amal yang dilandasi oleh hati yang bersih, sudah sewajarnya bagi kita semua untuk lebih memperhatikan mengenai kesucian hati. Karena sebanyak dan sebesar apapun amal yang kita lakukan, bila tidak didasari dengan hati yang bersih akan bernilai kecil di sisi Allah SWT. Yang lebih berbahaya lagi, bila hati yang kotor atau memiliki penyakit tidak segera dibersihkan, maka lama kelamaan hati tersebut akan termasuk hati yang lalai dari Allah dan akhirnya menjadi keras.
Bila hati telah menjadi keras, maka nasehat seperti apapun akan sulit untuk menembus ke hati dan menyadarkan mereka. Janji-janji balasan dari Allah tak mampu membuat orang tersebut tertarik untuk berlomba-lomba mengamalkan, dan berbagai ancaman serta kematian yang setiap saat menanti tak mampu menggetarkan hatinya.
Menurut para ulama, seseorang di kelompokkan sebagai pemilik hati yang lalai, bila dalam membaca Al-Quran tidak merenungkan makna kandungannya, tidak mengamalkan berbagai perintah yang ada serta tidak menjauhi berbagai larangannya. Termasuk juga dengan berbagai hadits atau sunnah-sunnah Rasulullah SAW.
Seseorang yang memiliki hati yang lalai, tidak pernah memikirkan mengenai kematian serta kehidupan di alam barzakh dan negeri akhirat. Mereka menjauh dari para alim-ulama yang akan menasehati serta menyadarkan mengenai berbagai ketaatan. Hari-hari berlalu tanpa peningkatan amal, namun justru bertumpuknya dosa dan kemaksiatan. Apa yang mereka lakukan ini, sama saja dengan mengotori dan menutupi hati mereka sendiri. Rasulallah SAW pernah bersabda yang artinya:"Barang siapa melakukan suatu dosa, maka akan tumbuh dalam hatinya setitik hitam. Apabila ia bertaubat, maka hilanglah titik hitam itu dalam hatinya. Namun bila ia tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan terus menyebar hingga seluruh hatinya akan menjadi hitam". Allah SWT berfirman:
كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون. (المطففين: 14)
"Sekali-kali bukan demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itulah yang menutupi hati mereka"
Hadirin rahimakumullah,
Bila kita telah mengetahui mengenai pentingnya menjaga hati agar tidak lalai dan membeku atau kasar, kita juga perlu mengetahi mengenai sebab yang dapat membekukan hati tersebut. Karena selain dosa dan kemaksiatan seperti yang telah disinggung di atas, terdapat beberapa hal yang dapat melalaikan dan akhirnya membekukan atau mengeraskan bahkan mungkin mematikan hati kita. Seorang ulama yang bernama Ibrahim bin Adham pernah ditanya oleh penduduk Bagdad, bahwa mereka telah sering berdoa, tetapi seolah-olah doa mereka tidak dikabulkan oleh Allah. Mendengar pertanyaan ini, Ibrahim bin Adham menjawab, bahwa penyebab tidak terkabulnya doa mereka adalah karena matinya hati mereka. Dan penyebab kematian hati tersebut adalah karena 10 hal.
عرفتم الله ولم تؤدوا حقه.
1. Kamu mengaku mengetahui adanya Allah, tetapi tidak mau tunduk dan patuh kepada-Nya.
وقرأتم كتاب الله ولم تعملوا به
2. Kamu membaca Al-Quran, tetapi kamu tidak mengamalkan isinya.
وادعيتم عداوة إبليس وواليتموه.
3. Kamu mengetahui bahwa setan adalah musuh, tetapi justru kamu ikuti jalannya.
وادعيتم حب الرسول وتركتم اثره وسنته.
4. Kamu mengatakan mencintai Rasulullah, tetapi kamu meninggalkan akhlak dan sunnah-sunnah beliau SAW.
وادعيتم حب الجنة ولم تعملوا لها.
5. Kamu mengatakan memohon surga, tetapi tidak beramal untuk meraihnya.
وادعيتم خوف النار ولم تنتهوا عن الذنوب.
6. kamu mengatakan takut neraka, tetapi tidak pernah berhenti melakukan dosa.
وادعيتم أن الموت حق ولم تستعدوا له.
7. Kamu mengatakan mati pasti akan datang, tetapi kamu tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
واشتغلتم بعيوب غيركم وتركتم عيوب أنفسكم.
8. Kamu sibuk membicarakan kekurangan orang lain, tetapi tidak memikirkan mengenai kekurangan dirimu sendiri.
وتأكلون رزق الله ولا تشكرونه.
9. Kamu makan rizki dari Allah, tetapi tidak mau bersyukur kepada-Nya.
وتدفنون موتكم ولم تعتبروابهم.
10. Kamu menguburkan mayat saudaramu, tetapi tidak menjadikannya sebagai pelajaran.
Kesepuluh macam penyakit inilah yang menurut Ibrahim bin Adham telah mematikan hati penduduk Baghdad saat itu, hingga mereka merasa doa-doa mereka tak dikabulkan oleh Allah. Marilah kesepuluh penyebab kematian hati di atas kita jadikan bahan renungan bagi diri kita masing-masing. Sudah bersihkan hati kita? Bila telah bersih, maka masih ada kewajiban yang harus terus menerus dilakukan, yaitu menjaganya. Sedang bagi kita yang mempunyai hati kotor, tercampur dengan berbagai penyakit hati, atau banyak melakukan dosa dan maksiat, Allah tidak pernah menutup pintu taubatnya. Dan bagaimanapun keadaan hati kita, kita wajib untuk terus-menerus mohon kepada Allah, semoga dikaruniai hati yang bersih, sebagai bekal untuk menghadapnya., amiiiiiin
وإذا قرئ القران فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون. أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم. إن فى ذلك لذكرى لمن كان له قلب أو القى السمع وهو شهيد
Sesungguhnya pada peristiwa itu benar-benar terdapat peringatan bagi mereka yang mempunyai hati dan menggunakan pendengarannya, karena ia menyaksikan sendiri.
بارك الله لى ولكم فى القرآن الكريم، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم. أقول قولى هذا وأستغفر الله لى ولكم ولسائر المسلمين فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
Khutbah Ke Dua (Ke-2)
الحمد لله الذي جعل يوم الجمعة من أشرف الأيام، وجعله عيد الأسبوع لاهل الاسلام، وأمرنا فيه بذكره تعالى وكثرة الصلاة والسلام على سيد الأنام. أشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شريك له الملك العلام. وأشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله إمام الهدى ومصباح الظلام . اللهم فصل وسلم على سيدنا محمد المخصوص بأضل الخصائص، والكامل المنزه عن جميع النقائص. صلى الله وسلم عليه وعلى آله الطاهرين، وجميع الصحابة والتابعين، والمتمسكين بشرائع الاسلام والقائمين بشرائع الدين. أما بعد، فيا عباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون. قال الله تعالى ومن يتق الله يجعل له من أمره يسرا.
Hadirin, bertakwalah kepada Allah. Ingatlah bahwa kecintaan terhadap dunia secara berlebihan dapat menguasai hati. Dosa dan kemaksiatan juga telah menghitam kelamkan hati kita. Bergegaslah untuk menghapusnya dengan bertaubat. Mohonlah dibukakan pintu rahmat dengan istighfar, karena hanya Allahlah yang kuasa membukanya. Perbaikilah amal-amal yang rusak, maka Allah akan memperbaiki keadaan kita. Sayangilah orang-orang yang lemah, maka Allah akan mengangkat derajat kita. Tolonglah para fakir-miskin, maka Allah akan memberkati rizki kita. Barang siapa yang hatinya penuh kasih sayang, maka Allah akan sayang kepadanya, dan barang siapa yang berlaku dhalim, maka akan dihancurkan. Bersihkanlah hati dari berbagai rasa sombong, iri dan dengki, karena kesemuanya akan membawa kesusahan dan kesengsaraan bagi pelakunya.Bertakwalah kepada Allah, dengan itu kita akan selamat dunia hingga akhirat.

إن الله وملئكته يصلون على النبي، يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا ابراهيم. وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا ابراهيم وعلى آل سيدنا ابراهيم، وارض اللهم عن الأربعة الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعلى، وعن الصحابة والتابعين ومن تبعهم الى يوم الدين، وارحمنا معهم وفيهم برحمتك يا ارحم الراحمين.اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنك سميع قريب مجيب الدعوات. ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفرلنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين.ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك انت الوهاب. اللهم طهر قلوبنا من النفا ق واعمالنا من الرياء ربنا آتنا فى الدنيا حسنة .... وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين.عباد الله، إن الله يأمر بالعدل والاحسان، وإيتائ ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. اذكروا الله العظيم يذكركم، واشكروا على نعمه يزدكم، واسألوا منن فضله يعطيكم ولذكر الله اكبر. والله يعلم ما تصنعون.