Kamis, 01 November 2007

KHUTBAH IDUL FITRI

PEMBENTUKAN JATI DIRI
DALAM PUASA RAMADHAN

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا ِلإِتْمَامِ شَهْرِ رَمَضَانَ وَأَعَانَناَ عَلىَ الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ وَجَعَلَنَا خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ للِنَّاسِ. نَحْمَدُهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَهِدَايَتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُسُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Allahu Akbar, wa lillahilh hamd
Dengan bersyukur ke hadirat Allah Swt. atas karunia dan rahmat-Nya pagi hari yang berbahagia ini kita menyambut kedatangan hari yang agung, hari raya fitri, hari raya kemuliaan dan kesucian.
Dengan rasa haru dan penuh ikhlas, kita semua melepas bulan Ramadhan, bulan yang luhur dan mulia yang dipenuhi dengan ampunan dan karunia. Kita bertakbir, mengagungkan Allah Swt. dan mensucikan-Nya dengan bertasbih, mensucikan dari segala sesuatu yang tidak layak pada-Nya.
Takbir, tahlil dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya diucapkan dengan lisan yang fasih denga penuh keikhlasan dan kepasrahan. Rona dan wajah setiap manusia muslim menanpakkan kebahagiaan yang cemerlang dan ketulusan yang mendalam, jauh sampai ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang kuat dan mengakar ke dalam jiwa yang suci. Semua itu merupakan perwujudan dari pernyataan syukur kita, ke hadirat Allah Swt. atas segala karunia dan nikmat-Nya. terutama karunia yang paling agung berupa petunjuk dan hidayah-Nya. Hidayah itu membibing kita meniti cahaya yang terang benderang, menuju kehidupan yang sukses, lahir dan bathin. Kita bersyukur telah dapat melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dengan ketabahan dan keikhlasan.
ãöky­ tb$ŸÒtBu‘ ü“Ï%©!$# tAÌ“Ré& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# ”W‰èd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3“y‰ßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù y‰Íky­ ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( .........

Artinya: Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, (al-Baqarah, 2 : 185)

Pagi ini, kita merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan kehadirannya oleh setiap insan yang beriman, dengan demikian kita kembali kepada fitrah, yaitu kemurnian dan kesucian. Kembali kepada kemurnian dan kesucian berarti kita kembali kepada suasana yang bersih telepas dari dosa dan kesalahan. Setiap orang yang melaksanakan puasa Ramadhan sesuai denga petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah akan terlepas dosa dan kesalahannya sehingga menjadi suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Kesucian yang telah kita peroleh dengan susah payah itu hendaklah terus dipertahankan sampai bulan-bulan berikutnya dengan meingkatkan iman dan takwa kita serta bertaqarub kepada-Nya dengan tunduk dan patuh.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Puasa Ramadhan yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam agar memiliki kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat meningkatkan potensi kesucian rohaninya. Ibadah shiyam dapat membentu jati diri muslim yang pari purna dengan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt. Iman dan takwa itu dibuktikan dengan senantiasa berpegang teguh kepa petunjuk-Nya, melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dengan mempertahankan kelestarian iman dan taqwa, kita meniti jalan yang lurus untuk mencapai keridhaan Allah Swt, keridhaan yang senantiasa didambakan oleh setiap manusia yang beriman. Menuju keridhaan yang agung dan luhur itu harus ditempuh dengan melaksankan ibadah dan amal shaleh secara ikhlas dan jujur, sesuai dengan ikrar kita yang selalu kita ucapkan dalam do’a iftitah yang dibaca pada saat awal melaksanakan shalat. “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah) (QS. al-An’am : 162-163).
Pembentukan jati diri dalam ibadah shiyam merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia mukmin, karena dengan jati diri itulah kita akan bersikap istiqomah dalam menjalani ajaran agama. Ibadah shiyam yang kita laksanakan, harus mampu membentuk jati diri setiap muslim dan meningkatkan kualitasnya dari tahapan yang paling rendah menuju tahapan yang paling tinggi.

Kaum muslimin, para jamaah yang kami muliakan.
Pembentukan jati diri itu, menuju perubahan pada yang lebih sempurna, sebagaimana yang dicontohkan oleh kehidupan para sahabat Nabi dan Tabiin generasi awal. Perubahan yang sangat mendasar menuju jati diri yang sempurna misalnya kita bisa mengambil contoh dar peristiwa berikut ini:
Pada suatu saat Rasulullah Muhammad Saw. menerima tamu, seorang pria dari kalangan musyrik Arab jahiliyah. Nabi menerima tamu itu sebagaimana layaknya beliau menerima tamu yang lain, dihormati selayaknya dan dipersilahkan duduk di ruang yang telah disediakan. Nabi Saw. menyuguhkan kepada tamu itu segelas air susu murni. Demikianlah kebiasaan dan kebangaan orang-orang Arab pada waktu itu, mereka sangat berbahagia sekali apabila dapat menyuguhkan pada tamunya air susu murni yang mereka perah dari kambing atau unta.
Setalah disuguhi segelas air susu, tamu itu meminumnya sampai habis. Kemudian Nabi menyediakan gelas yang keduanya, itupun diminum sampai habis lalu Nabi menyediakan gelas yang ketiga itupun diminum sampai habis. Hal itu terus berlangsung sampai tujuh gelas. Pertemuan itu kemudian berlalu begitu saja, tidak ada hal yang perlu dicatat, pria Arab jahiliyah kembali ke rumahnya dan Nabi pun melaksanakan aktivitas dakwahnya sebagaimana biasa.
Kira-kira beberapa bulan setelah itu, pria Arab jahiliyah tadi masuk Islam, sebagai seorang mualaf dia merasa ketinggalan dengan para sahabat lain, karena itu dia terus mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya dengan baik. Dalam jangka waktu tidak begitu lama pria mualaf itu telah menjadi seorang muslim yang sangat baik. Setelah menjadi pria muslim yang baik dia mengujungi rumah Nabi kembali. Nabi menerima tamu mualaf ini, langsung teringat dengan kunjungan yang pertama dulu, kemudian Nabi menyediakan segelas air susu, sebagaimana dulu menyediakannya. Pria mualaf itu kemudian minum segelas air susu yang disediakan oleh Nabi sebagaimana dulu ia meminumnya.
Ketika Nabi akan menyediakan gelas yang kedua, tiba-tiba pria mualaf itu mengatakan, “Wahai Rasulullah cukup untukku, cukup untukku dengan segelas susu itu.” Nabi Saw. mengomentari sikap pria mualaf yang telah berubah drastis dari kebiasaan jahiliyahnya dan menggantinya dengan jati diri seorang muslim, beliau mengatakan:
الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Seorang mukmin cukup meminum dengan satu gelas, sedangkan orang kafir baru puas minum dengan tujuh gelas. (HR. Muslim. No Hadis: 3843)

Dari contoh itu kita bisa melihat secara langsung betapa besarnya perubahan sikap dan jati diri dari seorang jahiliyah menjadi seorang mukmin. Pola hidup yang tadinya dipenuhi dengan kerakusan digantinya dengan kesederhanaan. Kesederhanaan dalam pola makan, dalam pola berpakaian dan bertingkah laku. Manusia mukmin yang melaksanakan ibadah Ramadhan juga diarahkan agar melakukan perubahan yang besar dalam membentuk jati dirinya, dari manusia yang berkualitas rendah menjadi berkualitas tinggi menuju kesempurnaan sesuai dengan ajaran Islam. Puasa Ramadhan pada hakikatnya dapat membentuk jati diri seseorang menjadi pribadi yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.Salah satu jati diri manusia mukmin adalah berpola hidup sederhana dan dapat mengendalikan nafsunya sehingga tidak terjerembab dalam lembah kehinaan dan kehancuran.
Ada tiga macam nafsu yang sering menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan yaitu nafsu dari dorongan perut, libido sexual, dan hawa nafsu yang menyesatkan. Nabi Saw. sangat mengkhawatirkan umatnya terjerembab dalam tiga macam nafsu yang menghancurkan itu, sehingga beliau bersabda:

إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى
Artinya: “sesungguhnya aku mengkhawatiri kamu sekalian terjerembab dalam keinginan hawa nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa nafsu yang menyesatkan. (HR. Ahmad. No Hadis:18951)

Dalam kenyataan pada kehidupan modern yang kita jalani sekarang, dimana sikap hidup materialisme, konsumtivisme, dan hedonisme, terus menggerogoti masyarkat kita, kita jumpai betapa banyakanya orang yang telah terjerembab dalam lembah kenistaan dan kehinaan. Ada sebagian dari masyarakat yang terjerembab ke dalam hawa nafsu perutnya sehingga ia menjadi budak perutnya sendiri, maka ia pun makan secara berlebihan, minum secara berlebihan, sehingga hidupnya hanya memenuhi dorongan perutnya. Orang seperti ini tergolong dalam kelompok manusia yang paling buruk dari umat Nabi Muhammad Saw.
Kalau orang pertama tadi menjadi budak perutnya sendiri, sehingga ia terjerembab dalam kehinaan dan kehancuran, sedangkan kelompok kedua banyak orang yang menjadi budak dari dorongan libidonya sehingga ia menjadi budak nafsu seksualnya. Keadaan seperti ini lebih membahayakan lagi, karena akan menimbulkan kerusakan dan kehinaan yang lebih parah. Banyak keluarga dan masyarakat yang hancur karena menjadi budak libido dan nafsu seksualnya. Akibat memperturutkan nafsu seksual banyak menyebabkan manusia bergelimang dengan dosa, seperti; perselingkuhan, perzinahan, dan timbulnya deviasi seksual yang mengerikan.
Kalau orang kedua tadi menjadi budak dari dorongan seksualnya sendir, maka kelompok yang ketiga, adalah manusia-manusia yang diperbudak oleh hawa nafsunya sendiri, keadaan ini jauh lebih berbahaya lagi, karena memperturutkan hawa nafsu akan mencampakkan pelakunya menuju kehancuran yang sangat menakutkan. Bahkan terkadang hanya berapa detik saja orang tidak bisa mengendalikan hawa nafusnya ia telah terjerumus dalam kerusakan dan kehancurn dan penyesalan yang sangat berat selama-lamanya di dunia dan akhirat Karena itu Nabi menyatakan: “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu sendiri” (Ihya’ Ulumuddin).
Al-Qur’an memperingatkan orang-orang yang terjerembab dalam kemauan hawa nafsu yang menyesatkan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Ahqaf : 20.
tPöqtƒur ÞÚt÷èムtûïÏ%©!$# (#rãxÿx. ’n?tã Í‘$¨Z9$# ÷Läêö7ydøŒr& óOä3ÏG»t6Íh‹sÛ ’Îû â/ä3Ï?$uŠym $u‹÷R‘‰9$# Läê÷ètFôJtFó™$#ur $pkÍ5 tPöqu‹ø9$$sù tb÷rt“øgéB z>#x‹tã Èbqßgø9$# $yJÎ/ ÷LäêZä. tbrçŽÉ9õ3tGó¡n@ ’Îû ÇÚö‘F{$# ÎŽötóÎ/ Èd,ptø:$# $oÿÏ3ur óOçFZä. tbqà)Ý¡øÿs? ÇËÉÈ
Dan (Ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu Telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu Telah bersenang-senang dengannya; Maka pada hari Ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan Karena kamu Telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan Karena kamu Telah fasik".

Berbagai kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat, karena manusia memperturutkan hawa nafsunya sendiri.Ibadah puasa Ramadhan yang kita jalani sekarang ini, dapat melatih dan melindungi diri kita agar tidak terjerembab dalam kubangan hawa nafsu, sebagaimana yang disebutkan di atas. Dengan demikian puasa dapat membentuk jati diri yang paripurna, menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa.

Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Hadirin dan hadirat yang mulia
Kembali kepada fitrah yang suci dan bersih itulah yang sesungguhnya kita jalani sekarang ini. Hari yang amat berbahagia ini dinamakan ‘Idul Fitri’, yaitu kesucian dan keutuhan yang telah kita peroleh kembali setelah kita melakukan puasa Ramadhan sebulan penuh. Karena itu hari ini adalah hari kemenangan dan kejayaan bagi kita semua, karena kita telah berusaha meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, ucapan yang paling tepat kita ikrarkan pada hari ini adalah suatu do’a:

اللّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَآئِدِيْنَ وَالْفَآئِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ

“Wahai Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah yang memperoleh sukses dan kemenangan serta diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt”.

Dengan kembali kepada fitrah, kita akan mencapai kebahagiaan dan kesuksesan lahir batin yang selalu kita harapkan. Sesuai dengan petunjuk Ilahi, marilah kita bertakbir mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan marilah kita bersyukur atas segala rahmat dan karunia-Nya.
Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan senantiasa memperoleh rahmat-Nya. Amiin.

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فََهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ أَعْرَضَ وَتَوَلَّى عَنْهُ فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
***
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ، أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.

KHUTBAH IDUL ADHA 2007

IDUL ADHA DAN HUMANISME RELIGIUS
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ 3×
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
الْحَمْدُ ِللهِ الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ (وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ)
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهََ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Pada hari mulia dan luhur ini, semua kaum muslimin yang bertebaran disegenap penjuru dunia, serempak secara bersama-sama menyambut kedatangan Idul Adha dengan ucapan tahmid, tahlil dan takbir. Gemuruh suara takbir dan tahmid bergema diangkasa raya, diucapkan oleh setiap orang muslim dengan tulus dan khusu’. Manusia muslim dalam segala keadaan, dalam berbagai status sosial menghadap keharibaan-Nya dengan tunduk dan patuh, menghayati dan merasakan keagungan-Nya. Dia yang Maha Agung, Maha Kuasa dan Maha Esa, untuk-Nya segala keagungan, kesempurnaan dan kekuasaan. Hanya kepada-Nya kembali segala puja dan puji dari segenap makhluk-Nya, yang hidup dan berkembang di alam raya ini.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Apabila kami yang berada di tanah air menyambut hari raya Idul Adha yang mulia dengan takbir dan tahmid dengan rasa syukur dan tulus, maka jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji berkumpul di tanah suci Makkah, Arafah dan Mina untuk menunaikan ibadah haji. Mereka datang dari berbagai pelosok dunia, dari berbagai bangsa dan suku, dalam segala keadaan, mereka menyatu dalam ketaatan dan kepasrahan kepada Khalik-nya. Mereka menanggalkan segala atributnya masing-masing, meninggalkan berbagai kegiatan di tanah air untuk menghadap kepada-Nya yang Maha Rahman dengan keikhlasan yang mendalam sampai kelubuk hati. Para jamaah secara bersamaan mengumandangkan kalimat yang sama, kalimat yang agung, yaitu kalimat talbiah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ لاَ شَرِيْكَ لَكَ.
“Kami penuhi panggilan-Mu wahai Allah, wahai Allah kami datang memenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan karunia hanyalah milik-Mu, milik-Mu segala kekuasaan dan kerajaan, tiada sekutu bagi-MU.”
Mereka yang menunaikan ibadah haji ke tanah suci itu, tidaklah semuanya orang-orang kaya, berpangkat atau berharta, sebagian besar dari mereka adalah rakyat biasa, yang semenjak kecil, ketika ia sadar sebagai seorang muslim telah mengukirkan niatnya untuk melaksanakan ibadah haji. Untuk merealisasikan niatnya yang kuat itu, selama bertahun-tahun mereka bekerja keras, berhemat dan menyisihkan uang yang diperolehnya sedikit demi sedikit, sehingga cukup bagi ibadah yang mulia itu. Mereka telah membiasakan diri untuk hidup sederhana, baik pada waktu mereka miskin maupun saat mereka berkecukupan. Mereka sisihkan sebagian hartanya yang diperoleh dengan jalan memeras keringat, dengan kerja keras, demi mengagungkan syiar agama Allah dan mengagungkan dakwah Islamiyah. Pengabdian yang tulus dan suci itu dilakukan dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Sekiranya kita mengamati sejarah perkembangan agama-agama besar dunia, akan dijumpai umumnya agama-agama itu berkembang sangat lambat. Ada yang memerlukan waktu ratusan tahun, bahkan ada yang ribuan tahun baru berkembang secara luas. Tidak demikian halnya kalau kita amati perkembangan dakwah Islamiyah yang dibawa Rasul Muhammad SAW, ia berkembang sangat cepat, dimulai dari Makkah dan dikembangkan di Madinah, terus menyebar keseluruh pelosok dunia. Rasul Muhammad SAW, dengan waktu yang relatif singkat, hanya kurang dari 23 tahun telah berhasil mengembangkan Islam di seluruh jazirah Arab. Seratus tahun kemudian dakwah Islam tersebar di berbagai negara sekitar jazirah Arab, memasuki Afrika Utara, Asia Muka, Asia Tengah dan Eropa Timur. Beberapa ratus tahun setelah itu, ia berkembang ke berbagai penjuru dunia, kalimat syahadat telah mengakar dengan kuat dari Maroko di Afrika Utara bagian Barat sampai ke Merauke di Indonesia bagian Timur.
Hadirin Para Jamaah Ied yang mulia

Perkembangan dakwah Islamiyah yang demikian pesat itu, pada dasarnya ditunjang oleh esensi ajaran Islam yang berkaitan dengan konsep kemanusiaan yang Islami atau ‘humanisme religius’. Sebagai telah dimaklumi, bahwa Islam sebagai agama wahyu terakhir yang sempurna, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT saja, yang disebut hubungan vertikal, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya, yang disebut hubungan horizontal. Kedua hubungan yang sangat luhur itu dalam al-Qur’an disebut: “Hablun minallâh dan hablun minannâs”.
Sebelum dibangkitkannya agama Islam yang dibawa Nabi besar Muhammad SAW, umat manusia di dunia dilanda permusuhan dan kebencian antar suatu bangsa dengan bangsa lainnya, permusuhan antar ras, suku dan golongan. Kelompok yang satu memusuhi kelompok yang lain, perbudakan terjadi diberbagai bagian dunia, ras diskriminasi, pembagian manusia dengan kasta-kasta, dari kasta yang paling tinggi sampai yang paling rendah. Dalam kehancuran yang meresahkan itu, Islam datang dengan konsep ajarannya mengenai persamaan hak, kemanusiaan yang luhur, tidak ada perbedaan antara suatu bangsa dengan bangsa lainya, antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya, kecuali dengan taqwa yang dimilikinya.

Islam mengajarkan bahwa kita semua adalah saudara, kita berasal dari jenis yang sama, tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya, kecuali dengan iman dan taqwa. Ajaran tentang humanisme tergambar dengan jelas melalui pesan-pesan Nabi SAW di padang Arafah. Lebih empat belas abad yang lalu, di padang Arafah yang tandus, yang kini mulai ditumbuhi pohon-pohon menghijau, Rasul Muhammad SAW menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan yang luhur. Dalam pidato perpisahannya di sana, juga dalam rangka ibadah haji, yang disebut haji wada’ atau haji perpisahan, sebagai ibadah haji terakhir sebelum beliau wafat. Rasul yang menjadi rahmat bagi alam semesta itu menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan yang amat mengharukan dan berkesan sampai kelubuk hati.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى.. (رواه أحمد والبيهقي والهيثمي)
“Wahai manusia, ingatlah, sesungguhnya Tuhanmu adalah satu, dan ayahmu juga satu. Tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa lain. Tidak ada kelebihan bangsa lain terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit hitam terhadap orang yang berkulit merah, tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah terhadap yang berkulit merah, kecuali dengan taqwanya..” (HR. Ahmad, al-Baihaqi, dan al-Haitsami).
Pidato perpisahan yang amat singkat itu membuat para sahabat Nabi terharu, sehingga pakaian ihram mereka yang putih bersih itu bersimbah air mata, menandakan pesan itu amat berkesan dan sangat berpengaruh terhadap prilaku mereka. Misi perdamaian dan persamaan hak inilah yang kemudian dikembangkan dan diperjuangkan para sahabat, sehingga menjadi umat yang besar dan berwibawa yang selalu dikagumi oleh semua bangsa di dunia.
Konsep kemanusiaan dalam Islam begitu luhur, semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita semua adalah bersaudara, tidak ada perbedaan antara yang satu dengan lainnya, kecuali dengan iman dan taqwanya. Firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ.. (الحجرات/49:13)
“Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang pria dan seorang wanita dan kami menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku, agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa”. (Q.S. al-Hujarat, 49:13)
Dalam ayat lainnya Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (الحجرات/49:10)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Oleh karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”. (Q.S. al-Hujarat, 49:10).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَ لاَ نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَ لاَ تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلاَ تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ اْلإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (الحجرات/49:11)
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mencela kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang dicela) lebih baik dari mereka (yang mencela) dan jangan pula wanita-wanita (mencela) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang dicela itu) lebih baik dari wanita (yang mencela) dan jangalah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (Q.S. al-Hujarat, 49:11)
Beberapa ayat tersebut di atas, jelas sekali membimbing umat manusia agar menjalin persaudaraan terhadap sesamanya. Saling berpesan mengenai kebenaran, ketabahan dan kesabaran. Dalam beberapa wasiat Nabi SAW banyak sekali dipesankan agar umat manusia menjalin persaudaraan dengan sesamanya. Nabi bersabda:
تَرَى الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ..الحديث (رواه البخاري)
“Engkau jumpai orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, saling mencintai dan beriba hati antara mereka bagaikan tubuh yang satu...” (H.R. Bukhari/No.5665).
مَنْ لاَ يَرْحَمِ النَّاسَ لاَ يَرْحَمْهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ (رواه مسلم)
“Siapa yang tidak bersikap kasih terhadap sesamanya, maka Allah tidak akan mengasihinya.” (H.R. Muslim/No.2319).
Pesan Arafah yang mulia itu akan tetap abadi, yang dapat kita petik dari pesan itu kali ini, bagaimana kita dapat membangkitkan kembali semangat persaudaraan dan ukhuwah si tengah-tengah masyarakat. Apalagi dalam suasana krisis ekonomi, politik dan kepercayaan seperti sekarang ini, sehingga pesan itu benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Peran para pemimpin, ulama atau ilmuwan dan tokoh masyarakat sangat penting dalam memasyarakatkan pesan kemanusiaan yang luhur itu.
Islam meletakkan dasar-dasar persamaan derajat dan hak asasi bagi setiap diri manusia. Dengan konsepsi itu tertolaklah segala pandangan yang berlawanan dengan peradaban manusia yang luhur. Sebagai wujud dari kemanusiaan yang luas, Islam mengajarkan agar tetap memelihara kelestarian kehidupan alam semesta. Agama Islam sesuai dengan namanya yang berarti selamat, damai, patuh dan taat, sangat menaruh perhatian terhadap kelestarian alam semesta. Kehidupan umat manusia dibentuk dalam persaudaraan dan perdamaian, demikian juga dengan kelestarian makhluk lain, seperti benda mati, flora dan fauna. Umat manusia diarahkan agar mengusahakan perbaikan dalam alam raya ini dan menghindari perbuatan yang merusak dan tercela. Perhatikan ayat berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا أتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَ لاَ تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (القصص/28:77)
“Dan carilah apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S. al-Qashash, 28:77).
وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (البقرة/2:60)
“Dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan” (Q.S. al-Baqarah, 2:60)
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا (الأعراف/7:56)
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya”. (Q.S. al-A’raf, 7:56)
Dalam ayat lain Allah SWT mengingatkan kita bahwa berbagai kerusakan yang terjadi dalam alam semesta, kerusakan di darat, laut dan udara adalah disebabkan oleh perbuatan manusia. Kerusakan itu disebabkan oleh ulah manusia yang hanya mementingkan diri sendiri, yang serakah, yang senang berbuat kerusakan. Mereka berlomba-lomba dengan teknologi canggihnya untuk membuat senjata pemusnah, senjata dan ulah manusia itu akan menjadi bumerang yang membinasakan diri sendiri dan manusia lainnya.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم/30:41)
“Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (Q.S. al-Rum, 30:41).
Ajaran Islam mengarahkan umat manusia agar mengambil pelajaran dari segala kejadian dan peristiwa yang berada disekitar kita. Dengan demikian, setiap diri manusia akan menyadari sedalam-dalamnya hakikat kehidupan. Harus disadari, betapapun hebat dan komplitnya ajaran Islam, tidak akan berkembang dengan pesat kalau tidak memperjuangkan secara sungguh-sungguh. Berkembangnya ajaran Islam yang demikian cepat itu, selain karena esensi ajarannya sebagaimana diuraikan di atas juga karena perjuangan dakwah yang dilakukan umatnya dari masa ke masa dan dari satu periode ke periode yang lain. Melalui peristiwa ibadah haji, Idul Adha, ibadah Qurban dan sebagainya. Bila dihayati dengan baik, akan menimbulkan motivasi yang luhur dalam menyebarluaskan ajaran Islam.
Para pendahulu kita, para Nabi dan Rasul, sahabat dan para pemimpin umat telah banyak memberikan teladan pada kita untuk dihidupkan kembali dalam ruh perjuangan umat. Betapa gigih dan tabahnya Nabi Ibrahim as menegakkan kalimat tauhid. Betapa besarnya pengorbanan Nabi Ismail as dan ibunya Siti Hajar dalam membela kebenaran. Betapa tulusnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya memperjuangkan agama Allah dengan tabah dan tidak mengenal lelah, sehingga agama Islam berkembang ke seluruh pelosok dunia. Kitapun di Idul Adha yang mulia ini, sehabis shalat hendaknya berjanji dalam kalbu masing-masing untuk mendarma baktikan apa yang kita miliki bagi kejayaan agama Islam dan kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. “Tidaklah Kami mengutusmu (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.”

- Khutbah Kedua:

الله أكبر ×7
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحًمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، وَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
اَللّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

KHUTBAH JUMAT (masjid dan kuburan)

MESJID DAN KUBURAN
Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., MA.

الحمد لله العزيز الغفور، الذي جعل في الإسلامِ الحنيفِ الهُدَي والنور، الذي قال: (وما الحياةُ الدنيا إلا مَتَاعُ الغرور)، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خاتم الأنبياء والمرسلين، وعلي آله الطيبين، وأصحابه الأخيار أجمعين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. قَالَ الله تَعَالَى في القرآن العظيم: (يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ). وَقَالَ أَيْضًا: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا). أَمَّابَعْدُ؛
Hadirin, jamaah shalat Jum’at mesjid At-taufik yang dimuliakan oleh Allah SWT!
Pada kesempatan shalat Jumat yang berbahagia ini, saya akan menyampaikan suatu topik permasalahan yang cukup penting, yang akhir-akhir ini cukup meresahkan sebagian kaum muslimin dalam beribadah kepada Allah SWT. Suatu permasalahan yang dahulunya itu adalah bukan suatu masalah, namun sekarang dijadikan masalah. Bahkan menyeret kepada perpecahan umat. Padahal apa yang mereka yakini, bahkan mereka paksakan kepada kita, sebenarnya adalah suatu kekeliruan dan kesalahan fatal.
Lebih jelasnya, saya akan menyampaikan suatu topik permasalahan tentang kuburan dan mesjid, atau apa hukumnya jika ada suatu mesjid yang di dalamnya atau di sampingnya ada kuburan?

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh...
Perlu kita sadari bersama, bahwa di zaman kita sekarang ini sangat banyak fitnah yang terjadi di dalam tubuh umat Islam. Di antara fitnah-fitnah itu adalah timbulnya suatu aliran baru di awal abad 19. Aliran ini banyak berpegang kepada pendapat seorang ulama kontroversial yang hidup di abad ke-7 H./13 M. Faham ini telah memporak-porandakan persatuan dan kesatuan umat. Mereka secara sadar ataupun tidak sadar, secara âlim ataupun jâhil, disengaja maupun tidak, dengan niatan baik ataupun buruk, telah berani mengkafirkan saudara-saudaranya yang seiman dan seakidah, saudaranya yang meyakini bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasulullah.
Di antara faham yang mereka usung, sampai terkadang rela mengkafirkan umat ini adalah tentang sabda Nabi SAW yang berbunyi:
لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ (متفق عليه)
“Allah SWT melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai mesjid.”
Pemahaman yang benar dari hadis ini sesungguhnya adalah, bahwa kuburan itu yang dijadikan sebagai mesjid, bukan kuburan yang menempel atau ada di salah satu ruangan di dalam mesjid. Karena sesuatu yang menempel dengan kuburan bukanlah kuburan. Bangunan mesjid yang ada kuburan di dalamnya, tidak disebut sebagai kuburan. Demikian juga, kuburan itu tidak dikatakan sebagai mesjid. Jika demikian adanya, berarti tidak ada sesuatu yang diperdebatkan di dalam kandungan hadis ini, karena tuduhan dengan yang dituduhkan tidak terbukti. Ini jika kita memahami hadis ini dari sisi lahiriahnya atau jika kita ingin menelan mentah-mentah arti hadis ini apa adanya seperti yang mereka inginkan.
Sebagai pertimbangan, mari kita coba simak firman Allah SWT dalam surat al-Kahfi ayat 21:
قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا(21)
“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka (yakni orang-orang yang beriman) berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah mesjid di atas kuburan mereka.”
Lahiriah ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka” di dalam ayat ini adalah orang-orang beriman. Karena mesjid dibangun oleh orang-orang beriman. Sedangkan orang-orang kafir mendirikan bangunan bukan mesjid seperti perkataan mereka dalam ayat ini, “Ubnû ‘alaihim bun-yânâ” yang artinya “dirikanlah sebuah bangunan di atas kuburan mereka”. Dari ayat ini dapat difahami, bahwa Allah SWT menyetujui dan menguatkan keberadaan orang-orang beriman yang membangun mesjid di atas makam orang shaleh, para Ashabul Kahfi. Bahkan, dirasakan ada semacam pujian ketika kuburan mereka dijadikan sebagai tempat untuk menyembah Allah SWT. Jika tidak demikian halnya, pasti Allah SWT akan memperjelas maksud dari ayat tersebut. Maka ayat ini menunjukkan bahwa membangun mesjid di atas kuburan adalah boleh.
Hal ini juga pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Seorang sahabat mulia yang bernama Abu Jandal bin Suhail telah membangun mesjid di atas kuburan seorang sahabat lain yang bernama Abu Bashîr ast-Tsaqafi dengan dihadiri oleh sekumpulan sahabat Rasulullah SAW yang lain, dan itu dilakukan di saat Rasulullah SAW masih hidup dan atas sepengetahuan beliau tanpa beliau ingkari. Riwayat lengkap hadis ini bisa hadirin temukan di dalam kitab-kitab turats terkenal, semisal kitab Asadul Ghâbah pada juz 5 halaman 35. Kitab hadis Sunanul Kubra karya ulama hadis terkemuka; Imam Baihaqi pada juz 9 halaman 227, kitab Al-Istî’âb karya Ibnu Abdul Bar pada juz 4 halaman 21, maupun kitab-kitab lain seperti riwayat Ibnu Ishaq dalam kitab As-Sîrah, riwayat Abu Mûsa dalam kitab al-Maghâzi. Ini alasan yang pertama.

Yang kedua, Rasulullah SAW telah dikuburkan di dalam rumah Siti Aisyah atas wasiat Rasulullah SAW sendiri. Beliau bersabda,
مَا قُبِضَ نَبِيٌّ إِلاَّ دُفِنَ حَيْثُ قُبِضَ (رواه ابن ماجه في سننه 1\520، والبزار في مسنده 1\55، وأبو يعلي في سننه 1\31،32، وابن عبد البر في التمهيد 24\399)
“Seorang nabi tidak dikuburkan kecuali di tempat dia wafat.”
Sedangkan rumah Siti Aisyah menempel erat dengan mesjid, dan pintunya terbuka lebar serta nampak dari dalam mesjid. Para sahabat –sebagai orang-orang yang paling mengerti betul tentang Islam— tidak pernah menutup dan merapatkan pintu rumah Aisyah ini sepeninggal Rasulullah SAW. Tidak seorang pun sahabat Rasulullah maupun para Tabiin setelahnya yang mengingkari kenyataan ini, padahal di tempat itu selalu didirikan shalat maupun rutinitas keagamaan yang lain. Maka sikap para sahabat ini merupakan ijma sahabat atau suatu kesepakatan seluruh sahabat Rasulullah SAW atas bolehnya kuburan menyatu dengan mesjid. Realitas tentang kuburan yang menyatu dengan mesjid ini bisa diartikan sebagai sunah para sahabat nabi yang lurus. Dalam hadis shahih dikatakan,
عليكم بسنتي وسنتة الخلفاء الراشدين من بعدي عضوا عليها بالنواجد (رواه أحمد 4\126، وأبو داود 4\200، والترميذي 5\44، وابن ماجه 1\15، وابن حبان في صحيحه 1\179، والحاكم في المستدرك 4\126).
“Kalian harus berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafâurrâsyidîn sepeninggalku, genggamlah erat-erat.”
Sampai-sampai, pada masa khilafah Bani Umayah, semua yang tejadi dengan makam Rasulullah SAW ini berkaitan dengan perbaikan bangunan fisik makam Rasulullah SAW, dan tidak ada seorang pun dari imam-imam mazhab yang empat (Abu Hanifah An-Nu’man, Malik bin Anas, Syafi’i, Ahmad bin Hamabl) maupun orang-orang yang hidup sebelumnya meminta untuk mengeluarkan makam Rasulullah SAW atau setidak-tidaknya lingkungan makam Rasulullah SAW dari dalam mesjid, padahal mereka mengetahui hadis tentang larangan menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah atau mesjid. Bahkan makam Rasulullah SAW selalu ramai dikunjungi seusai para sahabat menunaikan shalat.

Yang Ketiga, Sejarah telah mencatat dan menegaskan bahwa kuburan Nabi Ismail AS ada di bekas reruntuhan di bawah dinding Ka’bah bersama kuburan-kuburan yang lain. Jika keberadaan kuburan di dalam mesjid suatu yang terlarang sebagaimana faham yang mereka anut, maka hadis masyhur dari Rasulullah SAW tentang shalat di dalam mesjidil Haram lebih baik dari shalat di tempat lain di muka bumi ini menjadi tidak benar. Paling tidak, Rasulullah SAW pasti akan memerintahkan untuk menggali atau memindahkan keberadaan kuburan itu. Namun Rasulullah tidak melakukan itu.
Begitu juga dengan kuburan-kuburan yang ada di dalam mesjid Al-Aqsa di Palestina. Telah dapat dipastikan dan ditetapkan, bahwa di sana banyak kuburan para nabi dari keturunan nabi Ibrahim AS. Sebagaimana kita tahu bersama, Rasulullah SAW melakukan shalat di sana pada malam Isra dan Miraj. Mesjid Aqsha juga sebagai mesjid ketiga yang paling afdhal dan besar pahalanya di dalam mendirikan shalat.
Dalam hadis riwayat Bazzâr yang seluruh para perawi hadisnya terpercaya disebutkan, bahwa di atas mesjid Khaif yang ada di Mina terdapat puluhan kuburan orang-orang shaleh. Nabi SAW, para Sahabat, juga para Tabiin shalat di dalamnya tanpa ada satu orangpun yang mengingkari.

Yang Keempat, Mesjid-mesjid semacam ini sengaja dibangun di sisi kuburan berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan tadi. Juga untuk memperoleh berkah dan rahmat dari Allah SWT atas pembacaan Al-Quran yang dilantunkan di dalam mesjid, dzikir dan kumandang azan, berharap mayit di dalam kubur mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah atas kedekatannya di sisi mesjid. Jika si mayit adalah orang yang alim dan shaleh, semoga dia menjadi contoh dan suri tauladan bagi yang masih hidup.

Yang Kelima, Dari sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang, tidak ada satupun ulama Islam yang mengatakan haram hukumnya jika kita shalat menghadap kuburan atau shalat di atas kuburan, kecuali seorang ulama kontroversial yang saya sebutkan tadi. Hukum shalat menghadap kuburan atau di atas kuburan adalah boleh, paling maksimal adalah makruh tidak haram. Di dalam kitab Mudawwanah Kubra karya Imam Malik (seorang Imam Mazhab dalam Islam) sangat jelas disebutkan, “Ibnu Qâsim sahabat Imam Malik ditanya, “Apa pendapat Imam malik jika ada seseorang yang shalat di depan kuburan. Ibnu Qasim menjawab, “Imam Malik tidak melihat ada masalah jika seseorang shalat di depan kuburan. Bahkan dia sendiri jika shalat, kuburan terkadang ada di depannya, atau di belakangnya, atau di samping kanan dan kirinya,”. Sehingga Imam Malik berkata, “Telah sampai hadis kepadaku, bahwa para sahabat Rasulullah SAW shalat di kuburan.” Coba kita perhatikan sekali lagi! Anehnya, kelompok faham ini mengklaim bahwa Imam Malik melarang umat Islam untuk shalat di depan kuburan.
Oleh karena itu, Siti Aisyah tinggal dan menetap satu ruangan dengan makam Rasulullah SAW. Di ruangan itu juga ada makam sahabat yang lain; Abu Bakar dan Umar ra.
Yang Keenam, yang masih ada kaitannya dengan hukum shalat di kuburan atau menghadap kuburan adalah pendapat Imam Malik, seorang ulama hadis dan Imam Mazhab. Beliau mengatakan bahwa larangan untuk duduk di atas kuburan adalah larangan untuk duduk membuang hadas seperti kencing dan buang air besar. Beliau mengatakan boleh hukumnya untuk duduk di atas kuburan dengan dalil hadis shahih bahwa Sayidina Ali Karamallahu Wajhah dan para sahabat yang lain menggelar tikar, duduk dan tidur di atas kuburan. Sedangkan Sayidina Ali ra. digelari oleh Rasulullah SAW sebagai kota ilmu. Dalam hadis lain dikatakan Sayidina Ali ra. sebagai pintu dari kota ilmu. Oleh karena itu, maka dapat dipastikan, bahwa arti duduk dalam hadis itu adalah kinayah atau kiasan yang berarti duduk untuk buang hajat.
Adapun tuduhan bahwa menguburkan mayit di sisi mesjid sebagai suatu kemusyrikan adalah fitnah, tidak rasional, bukan akhlak islami, penyelewengan agama, penggelapan ilmu, dusta yang nyata kepada Allah SWT dan nabi-Nya, kepada para ulama dan orang-orang mukmin. Na’ûdzubillâh… Karena kita semua mengetahui bahwa kita tidak menyembah dan meminta kepada kuburan. Hadis لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ (متفق عليه) . “Allah SWT melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai mesjid.” Adalah larangan untuk menjadikan kuburan para Nabi dan orang-orang shaleh sebagai sesuatu yang disembah dengan menyekutukan Allah SWT. Para sahabat Rasulullah SAW dan ulama hadis memahami larangan Nabi SAW dalam hadis:
"لا تصلوا إلي قبر ولا تصلوا علي قبر"
"Janganlah kalian shalat menghadap dan di atas kuburan” sebagai pemahaman tauhid, yaitu larangan bagi orang yang tauhidnya kepada Allah SWT masih lemah, sehingga dikhawatirkan dia akan goyah dan salah pemahaman ketika dia shalat menghadap kuburan. Oleh karena itu Nabi SAW bersabda,
"كنت نهيتكم عن زيارة القبر فزوروها".
“Dahulu aku melarang ziarah kubur, tetapi sekarang ziarahilah oleh kalian”.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA
الحمد لله الملك الوهاب، الجبارالتواب، الذي جعل الصلات مفتاحا لكل باب، فالصلاة والسلام علي من نظر الي جماله تعالي بلا سطر ولا حجاب وعلي جميع الآل والأصحاب وكل وارث لهم الي يوم المآب. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد.
أيها الحاضرون رحمكم الله... قَالَ الله تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ). إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!

KHUTBAH JUMAT

KEBERADAAN RUH SETELAH MATI
Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., MA

الحمد لله العزيز الغفور، الذي جعل في الإسلامِ الحنيفِ الهُدَي والنور، الذي قال: (وما الحياةُ الدنيا إلا مَتَاعُ الغرور)، نحمده سبحانه وتعالي حَمْدَ مَنْ نَظَرَ فَاعْتَبَر، وَكَفَّ عن المساويءِ وازْدَجَر، وعَلِمَ أن الدُّنيا ليست بدار مَقَرّ. أشهد أن لا إله الله خلق الخلائق وأحكامَها، وقدّر الأعمار وحدّدها، وهو باقٍ لا يفوت وهو حيّ لا يموت، وأشهد أن محمدا عبدُه ورسولُه، أَمَرَ بتذكير الموتِ والفناء، والاستعدادِ ليوم البَعْث والجزاء. اللهم صلي الله علي سيدنا محمد خاتم الأنبياء والمرسلين وعلي آله الطيبين الطاهرين وأصحابه الأخيار أجمعين. أما بعد.

Hadirin, jamaah shalat Jum’at mesjid At-taufik yang dimuliakan oleh Allah SWT!
Pada kesempatan shalat Jumat yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan sebuah materi atau barangkali informasi yang mungkin agak jarang kita dengar, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan ruh setelah kita meninggalkan dunia yang fana ini. Seperti apakah sebenarnya kondisi ruh kita nanti? Jawabannya adalah Wallahu a’lam. Namun demikian, Allah SWT memberikan sedikit gambaran dan penjelasan melalui Hadis-hadis Rasulullah SAW.
Berkaitan dengan ruh ini Allah SWT berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الرُّوحِ قُلْ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا(85)
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah wahai Muhammad, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku. Kalian tidak diberikan pengetahuan tentang hal itu kecuali sedikit.”
Jelas sekali arti ayat ini, bahwa Allah SWT hanya memberitahukan ilmu sedikit saja tentang hal-hal yang berkaitan dengan ruh ini. Nah, informasi yang sedikit inilah yang akan kita coba sampaikan kembali kepada hadirin jamaah shalat Jum’at yang dimulian Allah SWT.
Di antara informasi yang telah sampai kepada kita dari baginda Rasulullah SAW berkaitan dengan ruh ini, di antaranya adalah:
1. Ruh orang beriman seperti burung terbang berwarna kehijauan, tinggal di dalam sesuatu yang mirip kubah cahaya yang terbuat dari bahan seperti emas di bawah ‘Arasyi. Nabi SAW bersabda tentang para syuhada yang gugur dalam perang Uhud:
(جعل الله أرواحهم فى أجوافِ طيرٍ خضرٍ تَرِدُ أنهارَ الجنةِ وتأكل ثمارَها وَتَأْوِيْ إلى قناديل من ذهب في ظلال العرش)
“Allah menjadikan ruh mereka dalam bentuk seperti burung berwarna kehijauan. Mereka mendatangi sungai-sungai surga, makan dari buah-buahannya, dan tinggal di dalam kindil (lampu) dari emas di bawah naungan ‘Arasyi.” (Hadis Shahih riwayat Ahmad, Abu Daud dan Hakim)
2. Orang yang telah meninggal dunia mengetahui orang yang menziarahi kuburnya. Nabi SAW bersabda:
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
3. Orang yang telah meninggal dunia saling kunjung-mengunjungi antara yang satu dengan yang lainnya. Nabi Saw bersabda:
(سألت أم هانئ رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: أنتزاور إذا متنا ويرى بعضنا بعض يا رسول الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يكون النَسَمُ طيرا تعلق بالشجر حتي إذا كان يوم القيامة دخلت كل نفس فى جسدها).
“Ummu Hani bertanya kepada Rasulullah SAW: “Apakah kita akan saling mengunjungi jika kita telah mati, dan saling melihat satu dengan yang lainnya wahai Rarulullah SAW? Rasulullah SAW menjawab, “Ruh akan menjadi seperti burung yang terbang, bergelantungan di sebuah pohon, sampai jika datang hari kiamat, setiap roh akan masuk ke dalam jasadnya masing-masing.” (HR. Ahmad dan Thabrani dengan sanad baik).
4. Orang yang telah meninggal dunia merasa senang kepada orang yang menziarahinya, dan merasa sedih kepada orang yang tidak menziarahinya. Nabi SAW bersabda:
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
“Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
5. Orang yang telah meninggal dunia mengetahui keadaan dan perbuatan orang yang masih hidup, bahkan mereka merasakan sedih atas perbuatan dosa orang yang masih hidup dari kalangan keluarganya dan merasa gembira atas amal shaleh mereka. Nabi SAW bersabda:
1. )إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
2. (تعرض الأعمال يوم الإثنين ويوم الخميس على الله، وتعرض على الأنبياء وعلى الآباء والأمهات يوم الجمعة فيفرحون بحسناتهم وتزداد وجوههم بياضا وإشراقا فاتقوا الله ولا تؤذوا أمواتكم)
“Seluruh amal perbuatan dilaporkan kepada Allah SWT pada hari Senin dan Kamis, dan diperlihatkan kepada para orangtua pada hari Jum’at. Mereka merasa gembira dengan perbuatan baik orang-orang yang masih hidup, wajah mereka menjadi tambah bersinar terang. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian menyakiti orang-orang kalian yang telah meninggal dunia.” (HR. Tirmidzi dalam kitab Nawâdirul Ushûl).
6. Orang-orang beriman hidup di dalam surga bersama anak-cucu dan keturuanan mereka yang shaleh.
)وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ(
“Dan orang-orang beriman yang anak-cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka. Kami tidak mengurangi dari pahala amal mereka sedikitpun. Setiap orang terkait denga apa yang telah dia kerjakan.” (At-Thur: 21)
7. Orang mukmin dapat melihat Allah SWT bagaikan melihat bulan purnama.
(عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ هَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ فِي الظَّهِيرَةِ لَيْسَتْ فِي سَحَابَةٍ قَالُوا لَا قَالَ فَهَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ لَيْسَ فِي سَحَابَةٍ قَالُوا لَا قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ رَبِّكُمْ إِلَّا كَمَا تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ أَحَدِهِمَا) رواه البخاري ومسلم.
“Dari Abu Hurairah Ra. Berkata, “Para sahabat bertanya, “Wahai rasulullah, apakah kita akan dapat melihat tuhan kita pada hari kiamat? Rasulullah SAW menjawab, “Apakah kalian ada kendala melihat matahari di sianghari yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Rasulullah kembali berkata, “Apakah kalian ada kendala melihat bulan di malam purnama yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Raulullah SAW melanjutkan, “Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak ada kendala melihat tuhan kalian kecuali seperti kalian melihat matahari atau bulan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ma’asyiral mukminin rahimakumullah…
Dari penjelasan beberapa dalil yang telah kita sebutkan tadi, ada beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil, di antaranya adalah pendapat Ibnul Qaim Aj-Jauziyyah yang mengatakan:
Hadis tentang mayit mengetahui dan menjawab salam orang yang menziarahinya tidak berarti bahwa ruh ada di dalam liang kubur di dalam tanah. Bukan seperti itu, melainkan bahwa ruh punya keterkaitan khusus dengan jasadnya. Di mana jika ada yang mengucapkan salam untuknya, dia akan menjawabnya. Ruh berada di suatu alam yang bernama alam Barzakh di suatu tempat yang bernama Ar-Rafîqul `A’lâ. Alam ini tidak sama dengan dunia kita, bahkan jauh berbeda. Hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui lika-liku dan detail-detailnya.
Dari dalil-dalil tadi juga bisa di simpulkan, bahwa tempat para arwah berbeda-beda dan bertingkat-tingkat derajatnya sesuai amal shaleh mereka.

KHUTBAH JUMAT

KEMATIAN HATI
Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., MA

الحمد لله الْمتوحد فى الجلال بكمال الجمال تعظيما وتكبيرا. الْمتفرد بتصريف الأحوال على التفصيل والاجمال تقديرا وتدبيرا. الْمتعالى بعظمته ومجده الذى نزل الفرقان على عبده ليكون للعالَمين نذيرا. أشهد أن لآ اله إلا الله وحده لا شريك له. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, لا نبي بعده.
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد. اما بعد فيا عباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله وطاعته لعلكم ترحمون
.

Segala puji bagi Allah yang Esa lagi Mulia, Allah yang diagungkan dan dibesarkan dalam kesempurnaan dan keindahan-Nya. Dia mengatur segala sesuatu, baik yang besar maupun yang kecil, dengan takdir dan aturan-Nya. Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Yang Maha Tinggi keagungan-Nya, dan yang menurunkan Al-Quran sebagai peringatan bagi seluruh ummat manusia.
Sholawat dan salam, semoga senantiasa dicurahkan bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW, juga bagi segenap keluarga serta para sahabat yang setia dan kita semua sebagai ummatnya, amiin
Hadirin sidang Jumat rahimakumullah,
Selaku khatib, kami mewasiatakan kepada diri kami pribadi dan hadirin sekalian mengenai takwa. Marilah kita berusaha semaksimal mungkin untuk selalu melakukan ketaatan dan menghindari segala larangan Allah. Lebih dari 50 kali di dalam Al-Quran Allah berfirman Ittaqullaah, bertakwalah kamu kepada Allah, bertakwalah kamu kepada Allah. Pengulangan hingga 50 kali ini, tentu saja menunjukkan sangat pentingnya masalah takwa tersebut. Dan memang hanya dengan takwa kepada Allah-lah kita akan hidup bahagia di dunia ini, di alam barzakh dan di alam akhirat kelak.
Janji-janji Allah kepada mereka yang bertakwa cukup banyak, dan janji tersebut juga tentang kehidupan dunia hingga akhirat. Di dunia, bagi mereka yang bertakwa Allah berjanji akan memudahkan urusannya, memudahkan rizqinya, menghapus kesalahannya dan lain-lain. Sedang di akhirat, bagai mereka yang bertakwa, Allah berjanji akan menyelamatkannya dari siksa neraka dan memasukkannya ke surga.
Demikianlah sebagian janji-janji Allah kepada mereka yang bertakwa, dan Allah tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Untuk itu marilah kita selalu bertakwa dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan kita kepada Allah. Karena sangat pentingnya masalah ini, sampai-sampai wasiat takwa dijadikan salah satu syarat sahnya sebuah khutbah Jum'at. Dan bila kita renungkan, seluruh isi khutbah yang disampaikan oleh para khotib, apapun juga materi yang disampaikan, kesemuanya kembali hanya kepada ajakan untuk meningkatkan iman dan takwa.
Sebagai manusia biasa yang tak mungkin lepas dari lupa, salah dan dosa, kita perlu terus-menerus saling mengingatkan, karena bila sewaktu-waktu utusan Allah berupa maut datang, hanya iman dan takwa itulah yang akan menjadi bekal kita untuk menghadap Allah SWT.
Seseorang yang bertakwa kepada Allah, akan mempunyai hati yang bersih dari berbagai penyakit hati. Dan kebersihan hati inilah yang akan bermanfaat saat kita menghadap Allah kelak. Sesuai dengan Firman Allah yang menceritakan doa Nabi Ibrahimm as, diantaranya beliau berdoa, "Jangan Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan kelak". Kapan hari kebangkitan tersebut dan bagaimana nasib seseorang saat itu?
يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم. وأزلفت الجنة للمتقين
(Hari kebangkitan tersebut) adalah hari saat harta dan anak tidak berguna lagi, kecuali mereka yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Dan pada hari itu didekatkan surga bagi mereka, orang-orang yang bertakwa. (Asy-Syuara': 77)
Hadirin rahimakumullah.
Bila kita mengetahui, bahwa bekal yang dapat menyelamatkan kita di akhirat kelak hanya amal yang dilandasi oleh hati yang bersih, sudah sewajarnya bagi kita semua untuk lebih memperhatikan mengenai kesucian hati. Karena sebanyak dan sebesar apapun amal yang kita lakukan, bila tidak didasari dengan hati yang bersih akan bernilai kecil di sisi Allah SWT. Yang lebih berbahaya lagi, bila hati yang kotor atau memiliki penyakit tidak segera dibersihkan, maka lama kelamaan hati tersebut akan termasuk hati yang lalai dari Allah dan akhirnya menjadi keras.
Bila hati telah menjadi keras, maka nasehat seperti apapun akan sulit untuk menembus ke hati dan menyadarkan mereka. Janji-janji balasan dari Allah tak mampu membuat orang tersebut tertarik untuk berlomba-lomba mengamalkan, dan berbagai ancaman serta kematian yang setiap saat menanti tak mampu menggetarkan hatinya.
Menurut para ulama, seseorang di kelompokkan sebagai pemilik hati yang lalai, bila dalam membaca Al-Quran tidak merenungkan makna kandungannya, tidak mengamalkan berbagai perintah yang ada serta tidak menjauhi berbagai larangannya. Termasuk juga dengan berbagai hadits atau sunnah-sunnah Rasulullah SAW.
Seseorang yang memiliki hati yang lalai, tidak pernah memikirkan mengenai kematian serta kehidupan di alam barzakh dan negeri akhirat. Mereka menjauh dari para alim-ulama yang akan menasehati serta menyadarkan mengenai berbagai ketaatan. Hari-hari berlalu tanpa peningkatan amal, namun justru bertumpuknya dosa dan kemaksiatan. Apa yang mereka lakukan ini, sama saja dengan mengotori dan menutupi hati mereka sendiri. Rasulallah SAW pernah bersabda yang artinya:"Barang siapa melakukan suatu dosa, maka akan tumbuh dalam hatinya setitik hitam. Apabila ia bertaubat, maka hilanglah titik hitam itu dalam hatinya. Namun bila ia tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan terus menyebar hingga seluruh hatinya akan menjadi hitam". Allah SWT berfirman:
كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون. (المطففين: 14)
"Sekali-kali bukan demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itulah yang menutupi hati mereka"
Hadirin rahimakumullah,
Bila kita telah mengetahui mengenai pentingnya menjaga hati agar tidak lalai dan membeku atau kasar, kita juga perlu mengetahi mengenai sebab yang dapat membekukan hati tersebut. Karena selain dosa dan kemaksiatan seperti yang telah disinggung di atas, terdapat beberapa hal yang dapat melalaikan dan akhirnya membekukan atau mengeraskan bahkan mungkin mematikan hati kita. Seorang ulama yang bernama Ibrahim bin Adham pernah ditanya oleh penduduk Bagdad, bahwa mereka telah sering berdoa, tetapi seolah-olah doa mereka tidak dikabulkan oleh Allah. Mendengar pertanyaan ini, Ibrahim bin Adham menjawab, bahwa penyebab tidak terkabulnya doa mereka adalah karena matinya hati mereka. Dan penyebab kematian hati tersebut adalah karena 10 hal.
عرفتم الله ولم تؤدوا حقه.
1. Kamu mengaku mengetahui adanya Allah, tetapi tidak mau tunduk dan patuh kepada-Nya.
وقرأتم كتاب الله ولم تعملوا به
2. Kamu membaca Al-Quran, tetapi kamu tidak mengamalkan isinya.
وادعيتم عداوة إبليس وواليتموه.
3. Kamu mengetahui bahwa setan adalah musuh, tetapi justru kamu ikuti jalannya.
وادعيتم حب الرسول وتركتم اثره وسنته.
4. Kamu mengatakan mencintai Rasulullah, tetapi kamu meninggalkan akhlak dan sunnah-sunnah beliau SAW.
وادعيتم حب الجنة ولم تعملوا لها.
5. Kamu mengatakan memohon surga, tetapi tidak beramal untuk meraihnya.
وادعيتم خوف النار ولم تنتهوا عن الذنوب.
6. kamu mengatakan takut neraka, tetapi tidak pernah berhenti melakukan dosa.
وادعيتم أن الموت حق ولم تستعدوا له.
7. Kamu mengatakan mati pasti akan datang, tetapi kamu tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
واشتغلتم بعيوب غيركم وتركتم عيوب أنفسكم.
8. Kamu sibuk membicarakan kekurangan orang lain, tetapi tidak memikirkan mengenai kekurangan dirimu sendiri.
وتأكلون رزق الله ولا تشكرونه.
9. Kamu makan rizki dari Allah, tetapi tidak mau bersyukur kepada-Nya.
وتدفنون موتكم ولم تعتبروابهم.
10. Kamu menguburkan mayat saudaramu, tetapi tidak menjadikannya sebagai pelajaran.
Kesepuluh macam penyakit inilah yang menurut Ibrahim bin Adham telah mematikan hati penduduk Baghdad saat itu, hingga mereka merasa doa-doa mereka tak dikabulkan oleh Allah. Marilah kesepuluh penyebab kematian hati di atas kita jadikan bahan renungan bagi diri kita masing-masing. Sudah bersihkan hati kita? Bila telah bersih, maka masih ada kewajiban yang harus terus menerus dilakukan, yaitu menjaganya. Sedang bagi kita yang mempunyai hati kotor, tercampur dengan berbagai penyakit hati, atau banyak melakukan dosa dan maksiat, Allah tidak pernah menutup pintu taubatnya. Dan bagaimanapun keadaan hati kita, kita wajib untuk terus-menerus mohon kepada Allah, semoga dikaruniai hati yang bersih, sebagai bekal untuk menghadapnya., amiiiiiin
وإذا قرئ القران فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون. أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم. إن فى ذلك لذكرى لمن كان له قلب أو القى السمع وهو شهيد
Sesungguhnya pada peristiwa itu benar-benar terdapat peringatan bagi mereka yang mempunyai hati dan menggunakan pendengarannya, karena ia menyaksikan sendiri.
بارك الله لى ولكم فى القرآن الكريم، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم. أقول قولى هذا وأستغفر الله لى ولكم ولسائر المسلمين فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
Khutbah Ke Dua (Ke-2)
الحمد لله الذي جعل يوم الجمعة من أشرف الأيام، وجعله عيد الأسبوع لاهل الاسلام، وأمرنا فيه بذكره تعالى وكثرة الصلاة والسلام على سيد الأنام. أشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شريك له الملك العلام. وأشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله إمام الهدى ومصباح الظلام . اللهم فصل وسلم على سيدنا محمد المخصوص بأضل الخصائص، والكامل المنزه عن جميع النقائص. صلى الله وسلم عليه وعلى آله الطاهرين، وجميع الصحابة والتابعين، والمتمسكين بشرائع الاسلام والقائمين بشرائع الدين. أما بعد، فيا عباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون. قال الله تعالى ومن يتق الله يجعل له من أمره يسرا.
Hadirin, bertakwalah kepada Allah. Ingatlah bahwa kecintaan terhadap dunia secara berlebihan dapat menguasai hati. Dosa dan kemaksiatan juga telah menghitam kelamkan hati kita. Bergegaslah untuk menghapusnya dengan bertaubat. Mohonlah dibukakan pintu rahmat dengan istighfar, karena hanya Allahlah yang kuasa membukanya. Perbaikilah amal-amal yang rusak, maka Allah akan memperbaiki keadaan kita. Sayangilah orang-orang yang lemah, maka Allah akan mengangkat derajat kita. Tolonglah para fakir-miskin, maka Allah akan memberkati rizki kita. Barang siapa yang hatinya penuh kasih sayang, maka Allah akan sayang kepadanya, dan barang siapa yang berlaku dhalim, maka akan dihancurkan. Bersihkanlah hati dari berbagai rasa sombong, iri dan dengki, karena kesemuanya akan membawa kesusahan dan kesengsaraan bagi pelakunya.Bertakwalah kepada Allah, dengan itu kita akan selamat dunia hingga akhirat.

إن الله وملئكته يصلون على النبي، يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا ابراهيم. وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا ابراهيم وعلى آل سيدنا ابراهيم، وارض اللهم عن الأربعة الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعلى، وعن الصحابة والتابعين ومن تبعهم الى يوم الدين، وارحمنا معهم وفيهم برحمتك يا ارحم الراحمين.اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنك سميع قريب مجيب الدعوات. ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفرلنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين.ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك انت الوهاب. اللهم طهر قلوبنا من النفا ق واعمالنا من الرياء ربنا آتنا فى الدنيا حسنة .... وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين.عباد الله، إن الله يأمر بالعدل والاحسان، وإيتائ ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. اذكروا الله العظيم يذكركم، واشكروا على نعمه يزدكم، واسألوا منن فضله يعطيكم ولذكر الله اكبر. والله يعلم ما تصنعون.

Rabu, 31 Oktober 2007

KECERDASAN EMOSI (EMOTIONAL QUESTION)

MENINGKATKAN KUALITAS KECERDASAN EMOSI
( EMOTIONAL QUESTION )

Seorang rekan saya angota DPR/ MPR RI, melakukan study komperatif ke negara paman Sam Amerika Serikat. Beliau merupakan salah satu dari komisi luar negri. Diantara tempat yang di kunjungi adalah sebuah perusahaan besar, yang penghasilannya pertahun melebihi RAPBN Indonesia selama 5 tahun. Perusahaan ini adalah perusahaan “Nike“. Disana ada sebuah ruangan besar, Show room atau ruang pamer, dalam ruangan tersebut hanya ada sedikit produk-produk Nike yang dipamerkan. Tapi yang paling dominan adalah foto-foto para legendaris atlet olah raga, atau para pemenang sejati dibidang olah raganya masing – masing. ketika ditanya kepada pimpinannya apa yang sesungguhnya anda jual? Dia menjawab kami tidak menjual produk kami ( Sepatu Nike ), tapi kami menjual life style atau gaya hidup. Dan yang ingin kami jaga adalah image mereka sebagai legendaris dalam bidang olah raga, bahwa mereka pun semuanya memakai sepatu produksi Nike.

Bisa di perhatikan dari cerita di atas, begitulah cara-cara kaum kapitalis dunia merubah gaya hidup masyarakat modern. Mereka memasukan ide-ide cemerlang mereka untuk di jadikan gaya hidup, life style dengan brbagai cara. Hal seperti ini sudah marak terjadi di Jakarta. Begitu banyak mall-mall, plaza-plaza dan pusat perbelanjaan yang begitu megah, yang kesemuanya itu ingin merubah gaya hidup masyarakat dewasa ini. Bahkan ada beberapa pusat perbelanjaan yang memberikan diskon besar-besaran pada jam 22.00 s/d 24.00, dengan kata lain ingin merubah pola hidup masyarakat kota, yaitu waktu tidur dipakai untuk berbelanja. Dan terbukti cara ini sangat ampuh sekali untuk merubah gaya hidup masyarakat kita. Begitulah bahwa kapitalisme dunia ingin merubah gaya dan pola hidup masyarakat dunia saat ini. Mereka diajak berfikir jauh, berpikir besar dan berpikir materi-materi semata untuk membesarkan dunia ini dan khusunya membesarkan mereka sendiri, dan demi kepentingan mereka sendiri.

Yang ingin kita ambil pelajaran dari cerita di atas adalah bahwa kaum kapitalis saja, sebagai orang pecinta dunia yang hanya memikirkan materi semata, begitu hebatnya mereka dalam mewarnai pola pikir masyarakat modern. Dengan membangun Show room, menjual image dan life style dari pada legendaris dunia, memasukan gagasan-gagasan mereka dalam pola pikir masyarakat.

Sesungguhnya Allah telah jauh-jauh hari berbuat seperti itu melalui Al-qur’an dan salah satu dari fungsi Al-qur’an adalah bahwa Al-qur’an merupakan Show room besar mulai dari pertama kali diturunkan sampai hari kiamat nanti. Show room yang muatan rentang waktunya begitu jauh dan luas sekali. Disana dipampangkan para the winer, para legendaris dunia dalam segala kebaikan: dalam iman dan islam, dalam perjuangan dan pengorbanan, dalam ketundukan dan ketaatan, dalam ibadah dan amal soleh serta dalam karya membangun peradaban dunia. Di sana juga dipampangkan para Nabi Rasul, manusia terbaik dan termulia sebagai teladan bagi umat manusia, mulai dari Nabi Adam As sampai Nabi akhir zaman yaitu Muhammad Saw. Juga kisah-kisah orang sukses, orang-orang yang telah syuhada. Yang demikian itu menunjukan bahwa betapa hebatnya Allah Swt memampangkan dan memamerkan dalam kitab sucinya yaitu Al-Qur’an.

Begitulah Allah yang jauh sebelumnya telah mengarahkan kita semua agar berpikir besar dan berusaha untuk mencapai obsesi kita, dengan mengoptimalkan cara berpikir. Oleh karena itu dalam training-training di berbagai tempat yang mengenai EQ, IQ, SQ, pengembangan SDM saat ini, ada sebuah bahasa yang mereka angkat yaitu berpikir besar, “you are what you thing”, (“anda adalah apa yang anda pikirkan”). “Anta kaifa maa tufakkir", (“ Anda adalah apa yang anda pikirkan”). Jadi seluruh apa yang kita perbuat dan lakukan adalah seluruh apa yang ada di dalam pikiran kita. Kita tidak mungkin bekerja, beraktikfitas apa yang tidak ada di dalam benak kita. Tetapi sungguh kita tidak akan keluar dari apa yang kita pikirkan dalam seluruh aktifitas kita.

Oleh sebab itu Rasululah Saw, menyatakan dalam sebuah hadits yang sangat masyhur dan sangat terkenal di telinga kita yaitu: “Innamaa al‘Amaalu Bi anNiyaat,” (Sesungguhnya amal itu tergantung dari pada niat). Maksud dari hadist tersebut, bahwa sesungguhnya seluruh aktivitas kerja, dan apapun yang kita lakukan sungguh sangat bergantung pada obsesi kita, keinginan-keinginan kita, cita-cita dan visi misi kita. Kalau seseorang melakukan niat, obsesi atau cita-cita maka seluruh hidupnya dedikasikan dan tujukan terhadap apa yang ia cita-citakan. Begitu juga orang yang mencintai dunia, maka seluruh hidupnya adalah untuk dunia. Orang yang mencintai akhirat maka seluruh hidupnya ditujukan untuk akhirat, meskipun dunia sebagai tunggangan dan sebagai sarananya.

Ternyata dengan al-Qur’an kita semua diajak untuk menjadi orang-orang besar meskipun kita oran-orang kecil. Kenapa demikian?. Karena ketika kita menata pola pikir, dan cara berpikir kita sesuai tuntunan al-Qur’an yaitu berfikir besar, maka kesuksesan dalam menjalani hidup di dunia dalam membangun peradaban dunia akan nampak di depan mata kita, meskipun jalannya panjang dan penuh dengan rintangan dan tantangan yang menghadang, tapi dengan berpikir besar pasti akan dilakuinya dengan mudah. Berbeda sekali dengan orang yang tidak mempunyai cita-cita dan pikiran yang besar, biasanya merasa cukup dengan yang ada tanpa mau menggali dan menggali potensi yang ada.

Kalau kita ingin mendapatkan kecerdasan emosional dan cita-cita serta harapan kita, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah menata cara dan pola pikir dengan baik. Contoh ketika kita menginginkan sesuatu, misalnya menikah, biasanya diawali dengan ketertarikan terhadap lawan jenis, ketertarikan pada mulanya hanya sebatas lintasan saja yang kemudian berkembang menjadi memori. Memori inilah yang kemudian menjadi sebuah gagasan atau ide, kemudian berangsur-berangsur menjadi sebuah tekad yang kuat dan pada akhirnya kita melaksanakan pernikahan yang pernah terlintas dalam pikiran kita, yang tadinya hanya sebuah lintasan saja.

Begitu pula dengan emosi kita, rasa senang, marah, kesal dan benci sungguh-sungguh bisa dimenej melalui bagaimana kita memenej lintasan-lintasan yang ada dalam pikiran kita. Inilah pentingnya menata pola pikir. Misalnya kalau kita hari ini berpuasa tapi tidak berniat puasa pada malam harinya, maka bisa dipastikan pada jam-jam makan atau dzuhur perut kita protes ingin diberikan makanan. Apa kaitannya dengan niat?. Ternyata ketika kita meletakan niat begitu saja tanpa tekad yang kuat maka seluruh sel-sel syaraf langsung mengontak hormon-hormon yang mencerna makanan di dalam perut, sehingga hormon-hormon tersebut tidak menjalankan tugasnya, padahal ini baru niatnya saja. Maka begitu pula ketika kita mencintai sesuatu, berharap kepada sesuatu, tunduk kepada sesuatu dan marah kepada sesuatu seluruhnya bisa kita menej dan tata menurut kehendak kita. Oleh sebab itu agar kita menjadi orang cerdas secara emsional, maka tatacara berfikir kita harus kita warnai dengan warna-warna ilahiah dan warna-warna imaniah.

Marahnya orang-orang beriman itu berdasarkan warna-warna ilahiah dan warna-warna imaniah. Dia akan memilah dan memilah mana yang harus marah dan mana yang tidak harus marah atau mereka menempatkan marah secara proporsional. Dalam sebuah riwayat Sayyidina Ali RA ketika marah dan ingin membunuh seorang musuh karena memerangi agama Allah tiba-tiba orang kafir tersebut meludahi mukanya. Bukannya Ali langsung membunuhnya tapi dia mengurungkan niatnya karena beliau tahu marahnya kali ini bukan karena Allah tetapi karena dirinya sendiri. Inilah contoh orang-orang yang mampu mengendalikan kecerdasan emosialnya. Begitu pula jika kita perhatikan kehidupan Rasulullah Saw, maka cukup bagi kita semuanya nabi sebagai qudwah dan teladan hidup.

Allah Swt memberikan janji bagi orang-orang yang mampu mengatur emosialnya dalam Al-qur’an surat Ali Imron, 3:134
“Dan bersegeralah kalian semuanya menuju ampunan Allah dan surganya yang luasnya seluas bumi dan langit. Yang disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang bertakwa, mereka orang-orang yang senantiasa berinfak dalam keadaan lapang dan susah. Dia orang-orang yang mampu mengendalikan marahnya dan gampang memaafkan saudara-saudaranya yang lain”.
Allah Swt sampai memberikan janji yang indah ini mana kala kita mampu memenej dan mengelola emosial kita.

Apabila kita ingin mendapatkan kecerdasan emosional hal yang harus kita lakukan adalah berinteraksi dengan Al-Qur’an. Hanya dengan al-Qur’an sifat-sifat buruk akan menghilang sementara sifat-sifat baik akan tumbuh dan berkembang. Umar bin Khatab adalah seorang yang sangat kasar dan keras dan orang arab memang terkenal tempramental, tapi ketika mendengar Al-Qur’an beliau pernah sampai sakit dua bulan karena mendengar firman Allah : Surat Annaba, 78:30
“Karena itu rasakanlah. Dan kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab”.
Suatu ketika Umar hedak pergi ke pasar, tiba-tiba dia mendengar ayat ini di lantunkan oleh seseorang, maka dia terhenti sejenak dan langsung badannya menggigil ketakutan sampai beliau lemas dan sakit selama dua bulan. Dan apabila terlintas di benak beliau dan berdengung di telinga beliau, beliau langsung menggigil dan lemas kondisi ini terus berlanjut hampir selama dua bulan. Maka siapapun kita yang hendak berinteraksi dengan Al-Qur’an sungguh dia akan menuai keselamatan dunia dan akhirat.

Seorang yang senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’an minimal akan memunculkan tiga hal :

1. senantiasa mendapatkan inspirsi tiada henti.
Orang semakin membaca Al-qur’an semakin dia mendapatkan ide-ide baru, gagasan dan inspirasi yang terus mengalir, maka dari itu kita diperintahkan untuk membaca Al-Qur’an secara kontinyu tiap hari bukan hanya malam-malam dan surat-surat tertentu, tetapi setiap waktu dan seluruh ayat-ayat yang terdapat di dalamnya.Demikianlah yang seharusnya dilakukan oleh seorang mukmin .

2.Dia akan mendapatkan kesamaan gelombang iman .
Maka kami yakin bahwa yang senantiasa shalat berjamaah di masjid dan memakmurkannya adalah orang-orang yang memiliki gelombang iman yang sama, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu redah. Dan gelombang iman ini adalah gelombang yang terus menerus tidak mengenal waktu dan tempat karena kebiasaan berinteraksi dengan Al-Qur’an. Dan yakinlah kalau gelombang keimanan kita sama maka kita pada hakikatnya sedang melakukan segala kebaikan.

3.Dia akan menjadi orang yang cepat merespon seruan Allah.
Contoh, ada sebuah kisah seorang pemuda yang bernama Zahid. Dia adalah ahli suffah yaitu seorang yang hidupnya di mesjid dan segala aktivitasnya di mesjid. Dia belum mempunyai pekerjaan sehingga menjadi pembantu Rasulullah Saw di mesajid. Pada suatu pagi dia didatangi oleh Rasulullah Saw dan ditanya apakah dia mau menikah? Tentu saja Zahid mau, tetapi dia merasa tidak ada orang yang mau mengambil dirinya sebagai menantu. Kemudian Rasul memerintahkanya untuk membawa surat kepada Said Ra yang isisnya melamar putrinya yang sudah cukup umur untuk dinikahi. Said Ra adalah seorang yang kayaraya dan bermartabat, tetapi Rasulullah Saw selalu berusaha menghilangkan sekat-sekat jahiliah seperti itu. Said merupakan gambaran orang yang mampu mengendalikan emosinya, dia tidak langsung mengatakan tidak atau mengiyakan lamaran itu walaupun dia tahu Zahid adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa. Lalu dipanggilah Zulfah putrinya untuk ditanyakan apakah dia setuju atau tidak. Ternyata Zulfah tidak setuju dan dia menangis karena dia tidak tahu kalau itu adalah perintah Rasulnya. Tapi setelah dia tahu bahwa ini perintah Rasul dia langsung menerimanya dan berkata, sungguh wahai ayah seorang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan sesuatu maka tidak ada kata lain bagi seorang mukminah kecuali dia akan berkata: “sami’na wa atho’na” (aku dengar dan aku taat). Aku terima dengan tangan terbuka kalau itu dari Rasul, meskipun untuk Zahid atau siapapun. Dia mengubur egoisme dirinya, mengubur kekecewaan dan ketidak sukaannya semata-mata untuk mencintai Allah dan Rasulnya. Ini adalah sesuatu yang berat tapi itulah kesolehan seorang mukminah. Dia mampu untuk menata emosinya dan itulah kecerdasan emosional yang di landasi iman.

Rasul mengajarkan sebuah do’a yang berkenaan dengan emosional yang di landasi iman :
“Ya Allah limpahkanlah kepada kami cinta dalam nuansa iman. Hiasilah hati kami dengan keimanan itu, berikan hati kami kebencian atas segala kekufuran kemungkaran dan maksiat. Dan jadikanlah kami hamba-hambamu yang cerdas”.

Akhirnya Zahid kembali ke masjid dengan hati berbunga-bunga karena lamaranya diterima. Esok harinya ia bertemu dengan Rasul dan berkata: “Wahai Zahid kamu terlihat ceria dan bergembira, ada apa? Zahid menjawab: “Ya Rasulullah, lamaranku diterima tapi aku bingung bagaimana dengan walimahnya?”. Rasul langsung tanggap dan mengerti akan kesulitan Zahid. Beliau memerintahkan untuk menemui Abu Bakar Ra, Utsman Ra dan Abdurrahman Ra dan berkata: “sampaikan salamku pada mereka”. Setelah ketemu dengan mereka disampaikan salam Rasulullah kepada mereka, kemudian sahabat Abu Bakar, Utsman dan Abdurrahman bertanya: “ada yang lain?”, maka Zahid pun berterus terang dengan kesulitannya. Mereka langsung merespon dan langsung mengeluarkan hartanya dengan ikhlas dan tidak merasa keberatan sedikitpun.

Akhirnya Zahid pulang dan langsung menuju pasar untuk membeli apa-apa yang diperlukan untuk walimah pernikahannya. Setelah kembali di mesjid, ternyata di masjid sudah penuh dengan orang-orang yang hendak menerima perintah jihad di jalan Allah. Zahid pun kembali ke pasar dan menjual kembali apa yang sudah dibelinya. Dia langsung membeli alat-alat perelengkapan perang dan langsung bergabung dengan para sahabat lainnya untuk menunaikan perintah jihad. Di medan jihad Zahid pun berpulang ke rahmatullah sebagai syuhada.

Zahid merupakan orang yang rela mengubur obsesinya untuk menikah dengan Zulfah dengan melewati berbagai proses yang telah melelahkan. Tetapi ketika datang kepadanya printah jihad dia langsung meresponnya dan melaksanakannya dengan sepenuh hati.

Karena itu Rasulullah Saw memberikan pidato khusus di depan sahabatnya yang lain. Sungguh berbahagia Zahid dan dia akan didampingi oleh bidadari syurga. Zulfah pun memberikan salam khusus untuknya dan berkata: “Sungguh berbahagialah Zahid, aku tidak bisa mendampinginya saat di dunia ini, Ya Allah aku mohon agar engkau berkenan untuk memberikan kesempatan bagiku untuk menerimanya di syurga”. Inilah gambaran orang-orang yang mampu mengendalikan dan mecerdaskan emosinya, dan orang-orang yang setiap hari berinteraksi dengan Al-qur’an .
Dan ingatlah perkataan Rasulullah Saw yaitu : “Al mu’min kayyisun wa fathinun” (Bahwa sesungguhnya mukmin adalah pintar dan cerdas). Wallahu A’lam.

ARTI ISLAM

PENGERTIAN DINUL ISLAM
I. Pengertian Ad-Dien
Kalimat diin dalam bahasa Arab memiliki beberapa pengertian, diantaranya:
1. Kekuasaan.
Sabda rosulullah Saw : “Orang yang pintar adalah orang yang menguasai hawa nafsunya dan bekerja untuk hari setelah mati”.

2. Tunduk (9:29)
Firman Allah Swt Surat Attaubah, (9:29), artinya:
”perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk”.

3. Balasan
Firman Allah Swt Surat Al Fatihah (1:4), artinya
Yang menguasai di hari Pembalasan.

4. Undang- undang dan peraturan.
Firman Allah Swt Surat Yusuf (12:76), artinya
“Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja”

Ustadz Sayyid Quthb berkata ketika beliau menafsirkan ayat 76 surat Yusuf, “Sesungguhnya nash ayat ini memberi batasan yang sangat mendetail tentang makna diin, bahwa kalimat “dinul malik” dalam ayat ini berarti peraturan dan syariat malik (raja)”. Lalu lanjutnya, “Al-Qur’an mengungkapkan bahwa peraturan dan syariat adalah diin, maka barang siapa yang berada pada peraturan dan syariat Allah berarti ia berada dalam diin Allah. Sebaliknya, barang siapa yang berada pada peraturan seseorang dan undang-undang seorang raja berarti ia berada dalam diin raja tersebuut” (tfsir Fi Dzilalil Qur’an, juz 4, halaman 2021)

II. PENGERTIAN ISLAM

Makna Islam menurut bahasa adalah :

1. Tunduk dan menyerah
Firman Allah Swt Surat An Nisa (4:65), artinya
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.

2. Keselamatan
Firman Allah Swt Surat Al Maidah (5:16), artinya
“Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”.

3. Damai
Firman Allah Swt Surat Al Baqarah (2:208), artinya
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.

Islam berarti tunduk dan menyerahkan diri karen setiap muslim wajib tunduk dan patuh menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah SWT (4:65) dan berarti keselamatan dan dami. Sebab, orang yang telah memeluk diin Islam dan mengerjakan tuntuannya akan selamat didunia dan akhirat dan akan mendapatkan keselamatan/kedamaian sejati.
Sedangkan menurut istilah, Islam adalah : tunduk dan menyerah kepada Allah baik lahir maupun batin dengan melaksanakan perintahNya. Kemudian lafadz Islam digunakan sebagai nama dari diin dan peraturan yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAW dan Allah menerangkan bahwa siapa yang mencari diin selain Islam tidak akan diterima amal perbuatanndi ya dan akhirat termasuk orang yang merugi (3: 85/13:10)

III. Pengertian Diinul Islam

Adalah Sistem hidup yang benar, lengkap, sesuai dengan fitrah manusia, diturunkan oleh Allah SWT melalui para RasulNya, untuk ditaati secara mutlak, dan disebarluaskan kepada seluruh ummat manusia agar tercipta kebahagiaan Dunia dan Akhirat.

IV. Islam sebagai Sistem hidup

1. Arti kata “Dien” dalam surat Yusuf ayat 76 yang menunjukkan pengertian “Undang-undang Raja” (Sistem)
2. Arti kata “Aslama” dalam surat Ali Imran ayat 83 yang mengandung pengertian “Ketundukan alam semesta”
3. Arti kata “Uswatun Hasanah” dalam surat Al-Ahzab ayat 21 menunjukan arti “Keteladanan dalam seluruh aspek kehidupan”.
4. Fakta sejarah : Seluruh aktifitas kenegaraan yang dilakukan oleh Rasulullah dilakukan didalam masjid, termasuk pelantikan gubernur yang akan ditugaskan di berbagai daerah. Sehingga hingga akhir hayatanya tidak pernah membangun Istana Negara dan Benteng Pusat Pertahanan.
5. Ketika Rasulullah meninggal dunia yang pertama kali diperhatikan oleh para Shahabatnya adalah Siapa pengganti kedudukan Khalifah yang akan menggantikannya.
6. Logika sederhana : Seperangkat tata nilai yang tidak akan mungkin tegak tanpa ada sistem yang menopangnya.
7. Kaedah Ushul Fiqh : “ Suatu kewajiban yang tidak mungkin tegak tanpa ada sarananya maka menegakkan sarana tersebut juga menjadi wajib hukumnya”.
8. Pendapat Idiot yang sering menakut-nakuti masyarakat bahwa Islam akan dijadikan tunggangan politik, atau akan terjadi politisasi agama. Ini justru terjadi ketika agama itu dipinggirkan, serta terjadi pembodohan masyarakat, sehingga banyak masyaratkat yang awam terhadap substansi ajaran Islam. Maka dalam kondisi seperti inilah banyak politikus rakus dan ambisius mampu menjadikan agama sebagai kuda tunggangan politik untuk kepertingan pribadinya.

V. Karakteristik Diinul Islam

Ada beberapa ciri khas Diinul Islam, adalah sebagai berikut :

1. Robbaniyah
Robbaniyah sumbernya, maksudna adalah bahwa Islam bersumber dari Allah SWT bukan dari manusia. Firman Allah (42 : 13), artinya:
“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”.

2. Insaniyyah ‘alamiyah (kemanuasiaan dan universal)
Yang imaksud dengan kemanusiaan yang uinersal adalah bahwa Islam diturunkan sebagai petunjuk untuk seuruh manusia bukan khusus suatu kaum atau golongan.
Firman Allah Swt (21:107)
”Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

3. Syamil (lengkap dan mencakup)
Yang dimaksud syamil adalah bahwa hukum dan ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak ada suatu pekerjaan, baik yang kecil maupun yang besar sekalipun, kecuali Islam telah menerangkan hukumnya.
Firman Allah Swt (6:38), artinya
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.
Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.

4. Al-Basathoh (mudah)
Yang dimaksud mudah adalah bahwa ajaran Islam mudah untuk dikerjakan, tak ada kesulitan sedikitpun, kecuali sebatas kemampuannya.
Firman Allah Swt (22:78), artinya
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”.

5. Al-Adalah (keadilan yang mutlak)
Maksudnya, tujan diin Islam adalah menegakkan keadilan mutlak dan mewujudkan persaudaraan dan persamaan ditengah kehidupan manusia serta memelihara darah, kehormatan, harta, akal dan diin mereka.
Firman Allah Swt (5:8), artinya
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

6. Tawazun (Keseimbangan)
Yaitu Diin Islam dan seluruh ajarannya menjaga keseimbangan antara kepentinagn pribadi dan kepentingan umum, antara kepentinagan pribadi dan kepentinagan umum, antara dunia dan akhirat (28:77).
Firman Allah Swt (28:77), artinya
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Maka kita lihat diantara ajaran Islam adalah “apabila mashlahat pribadi berbenturan dengan kepentingan umum”, maka kepentingan lebih didahulukan daripada kepentingan pribadi. Dalam hal keseimbangan antara kebutuhan ruhanyah dan jasadiyah Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya badanmu memiliki hak atasmu, jiwamu memiliki hak atasmu dan keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka berikanlah setiap yang punya hak-haknya”.

7. Perpaduan antara Tsabat (tetap) dan Murunah (berubah).
Diantara ciri khas diin Islaim adalah perpaduan antara tsabat dan murunah. Tsabat pada pokohk-pkoknya dan tujuan, murunah pada cabang, sarana dan cara-caranya sehingga dengan sifat murunahnya diin Islam dapat menyesuaikan diri dan dapat menghadapi perkembangan zaman serta sesuai dengan segala larut dan tunduk terhadap persoalan zaman dan perputaran waktu.
Ini beberapa ciri khas diin Islam yang membedakan dari diin lain, dari peraturan dan undang-undang buatan manuisa.


Wallahu A’lam.
By. Ahmad Rifai

KHUTBAH IDUL ADHA 2007

DENGAN 'IDUL ADHA KITA WUJUDKAN SOLIDARITAS SOSIAL
I. Pendahuluan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر ×9 لا إله إلا الله، والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد
Hadirin, Sidang Jamaaah Idul Adha yang berbahagia!
Setiap orang yang beriman senantiasa mendambakan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT. Seluruh aktivitasnya – duniawiyah dan ukhrawiyah – ia maksudkan untuk memperoleh rahmat dan ridha Allah SWT. [1] Bagi orang beriman tidak ada perbedaan antara aktivitas duniawiyah dan aktivitas ukhrawiyah. Sebab, keduanya dilakukan dengan niat untuk mencari ridha Allah. Ridha artinya senang. Kedua aktivitas itu dilakukan sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah. Bila kedua aktivitas tersebut sudah diridhai Allah maka tentu rahmat dan maghfirah-Nya pun akan dicurahkan Allah kepadanya. Demi memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha Allah, seorang yang beriman akan melakukan apa saja yang mungkin ia lakukan dan memberikan apa saja yang mungkin ia berikan; dan mengorbankan apa saja yang mungkin ia korbankan!
Kesadaran dan keinsyafan untuk berkurban karena Allah inilah yang merupakan makna hakiki dari "Id al-Adha. Makna ini akan dirasakan kemanfaatannya apabila diwujudkan ke dalam kehidupan realitas kita melalui makna instrumental-nya.

II. Makna Hakiki 'Id al-Adha
Secara harfiah 'Id al-Adha artinya adalah Hari Raya Kurban. Dinamai demikian karena dimaksudkan untuk mengingat pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dan keluarganya untuk dicontoh, diteladani, dan diwujudkan nilai-nilainya oleh orang-orang yang beriman.
Dalam kesederhanaan, nilai (ajaran) kurban ini tergambar di dalam penyembelihan hewan kurban itu sendiri; (1) niatnya karena Allah , (2) yang sampai kepada Allah bukan darah atau daging kurban tetapi keimanan dan ketakwaan orang berkurban, [2] (3) daging kurban itu sendiri didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai kepedulian kepada lingkungan dan upaya meningkatkan kebersamaan solidaritas sosial, (4) pendistribusian secara adil dan merata, dilakukan sebagai pengamalan perintah syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah. [3] (5) dan pahala pertama, untuk orang yang berkurban itu sendiri dan kedua, untuk semua pihak yang mendukung dan menciptakan suasana yang kondusif hingga terselenggaranya aktivitas pengorbanan karena Allah. [4] Demikian juga bagi mereka yang sedang melaksanakan haji, jika mereka diwajibkan menyembelih (unta, kambing, biri-biri, dan sapi), hendaklah disembelih di tanah haram dan dagingnya di hadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadah haji.
Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd
Hadirin, kaum Muslimin jamaah Id al-Adha yang berbahagia !
Dengan demikian ada lima ciri yang terdapat di dalam aktivitas pengorbanan karena Allah. Kelima cirri tersebut berkaitan dengan (1) niatnya, (2) orientasinya, (3) kemanfaatannya, (4) caranya dan (5) tujuannya.

1. Niatnya
Aktivitas pengorbanan yang disyari'atkan oleh Islam adalah aktivitas pengorbanan yang diniatkan karena Allah. Dalam konteks ini, al-Ghazali mengemukakan dalam Ihya bahwa seseorang tidak sampai kepada Allah (tidak akan dapat mencapai posisi kurban atau dekat dengan Allah; amal ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah) kecuali apabila orang itu :
a. Sanggup membebaskan diri dari pengaruh hawa nafsu.
b. Mampu mengendalikan diri sehingga ia tidak terjerumus ke dalam dan perilaku hidup hedonistic.[5]
c. Di dalam ia melakukan sesuatu perbuatan, ia hanya melakukan perbuatan yang benar-benar perlu dan diperlukan; ia bertindak efisien, disiplin, istiqamah, dan selalu peduli terhadap lingkungan dalam rangka memupuk kesadaran dan solidaritas.
d. Seluruh aktivitasnya, gerak maupun diamnya , seluruhnya ia niatkan karena Allah.
Esensi niat karena Allah adalah memurnikan ketaatan dan kepatuhan hanya kepada Allah sebagai wujud dari keimanan dan kesadaran selaku makhluk hamba Allah, dan khalifah Allah di muka bumi. Allah berfirman:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء... (البينة\98 :5)
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus… .
Niat karena Allah mempunyai fungsi antara lain: (1) menumbuhkan kesadaran tentang keberadaan (existensi) Allah , (2) menginsyafkan bahwa ketaatan, kepatuhan, kepasrahan, dan ketundukan hanya pantas diberikan kepada Allah, (3) menanamkan kesadaran bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, majikan atau buruh, pejabat atau bukan, semuanya dituntut untuk mentaati hukum; yaitu mengedepankan supremasi hukum; untuk melaksanakan kewajiban, ketentuan, dan peraturan, seluruh manusia sama di hadapan Allah; iman dan takwalah yang membuat seseorang dekat dan mulia di sisi Allah. (4) menjadikan Allah sebagai motivasi dan tujuan hidup dan (5) menghilangkan semua penyakit hati, seperti Syirik, kufur, munafik, takabbur, riya, 'ujub,, dan lain sebagainya.
Orang yang memiliki niat yang mempunyai keimanan dan kesadaran seperti ini, akan dapat melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, dan keluarganya pada saat Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah untuk mengorbankan putranya Ismail as.
Padahal Nabi Ibrahim puluhan tahun mendambakan anak, begitu Allah memberikan anak dan ketika anak telah sampai usia tamyiz, bisa mambantu dan berusaha bersama ayahnya Ibrahim datanglah perintah Allah untuk mengorbankannya. Apa yang menyebabkan Nabi Ibrahim siap untuk mengorbankan anaknya ?
a. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putranya tidak dapat menghalangi kepatuhan dan ketaatannya kepada Allah.
b.Ismail sendiri bahkan bersedia mengorbankan jiwa dan raganya karena patuh dan taat kepada Allah .

يآأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37:102)
"Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
a. Siti Hajar ra, sekalipun air matanya nampak menitik pertanda bahwa ia tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, tetapi secara pasti ia berkata: "aku rela kalau itu memang perintah Allah".
b. Setelah merasa pasti bahwa itu adalah keputusan dan ketetapan Allah, dalam kepastiannya sebagai pemimpin, sebagai orang kaya, bahkan sebagai orang yang bergelar Khalilullah, sebagai orang yang mempunyai kedekatan dengan Sumber Hukum dan Sumber Kebijakan. Tidak sedikitpun terbetik di hati Ibrahim dan keluarganya agar mereka diperlakukan secara berbeda di dalam melaksanakan peraturan dan ketentuan. Karena Nabi Ibrahim dan keluarganya sadar bahwa di hadapan Hukum Allah semua manusia sama; harus taat kepada perintah, taat kepada keputusan hukum, taat kepada peraturan dan ketentuan.
Kepatuhan dan ketaatan yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah ini, divisualisasikan (diragakan) secara simbolik dengan penuh keimanan dan keinsyafan oleh mereka yang melaksanakan ibadah haji, dan mereka yang melakukan ibadah kurban.
Aktivitas orang yang melakukan ibadah haji seluruhnya mencerminkan kepatuhan dan ketaatan ini. Bahkan untuk mencontoh Rasulullah – mencium hajar aswad (batu hitam) sekalipun mereka ikhlas dan rela melakukannya karena patuh dan taat kepada Allah . Hal ini, sejalan dengan apa yang mereka nyatakan di dalam talbiyah , Labbaik Allahumma Labbaik (Ya, Allah ini aku datang memenuhi panggilan-Mu; siap untuk melaksanakan apapun yang Engkau perintahkan, siap meninggalkan apapun yang Engkau larang ! Di dalam kehidupan pasca ibadah haji , kesiapan inilah yang menjadi salah satu indikasi penting bagi seseorang apakah hajinya mabrur atau tidak !


2. Orientasinya
Orientasi pengorbanan karena Allah diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan :
فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير. (الحج\ 22 : 28)
Maka makanlah sebagian dari padanya dan sebagian lagi berikanlah untuk makan orang-orang yang sengsara lagi fakir.
Ayat di atas Allah menyatakan bahwa daging kurban boleh dinikmati oleh orang yang berkurban yang merupakan nikmat dan anugrah Allah, tetapi sebagian yang lain; didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan.

3. Kemanfaatannya
Kemanfaatannya dirasakan oleh semua pihak:
a. Pihak yang berkurban, kualitas keimanan, dan ketakwaannya bertambah; posisinya semakin dekat kepada Allah.
b. Nikmat dan karunia Allah tidak hanya oleh orang-orang tertentu saja melainkan juga oleh orang-orang yang berada di lingkungannya, terutama oleh mereka yang berada pada posisi mustad'afin .
c. Penyakit-penyakit sosial, seperti sikap apatis, individualistik, egoistic, dan kazaliman-kezaliman lainnya diharapkan dengan sendirinya akan terkikis melalui proses interaksi dalam kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah, sehingga apa yang disebut dengan kesenjangan sosial akibat ketidak adilan yang dapat menimbulkan antara lain sikap dan perilaku kriminalitas serta anarkis dan kejahatan-kejahatan ekonomi dan sosial lainnya dapat dihindarkan.
4. Caranya
Cara berkurban karena Allah, seperti yang ditunjukkan oleh Allah sendiri, yaitu bukan dengan cara membinasakan manusia, tetapi justru dengan menyelamatkan manusia dan kemanusiaan; dengan jalan mensyukuri nikmat dan karunia Allah, dalam rangka mengoptimalisasikan kemanfaatan nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan oleh Allah dan menebarkannya secara adil dan merata.
Perintah penyembelihan terhadap Ismail semata-mata dimaksudkan hanya sebagi ujian, sebagai tuntutan pembuktian atas tekad kesetiaan yang pernah dinyatakan oleh Ibrahim as sendiri. Di samping sebagai Nabi, Ibrahim adalah seorang kaya yang sangat dermawan. Ia banyak mengorbankan harta kekayaannya untuk kepentingan sosial. Suatu waktu ia diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih sejumlah kambing dan sejumlah unta sebagai kurban dan santunan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Pujianpun banyak berdatangan tertuju kepadanya. Waktu itu, ia belum dikarunia anak. Pada waktu itulah ia berkata; bahwa anak sendiripun akan dikorbankan apabila hal itu, diperintahkan oleh Allah. Maka tatkala anak itu benar-benar telah lahir, bahkan telah dapat membantu pekerjaannya dan tentu merupakan anak yang sangat didambakan dan dicintai oleh Ibrahim as dan isterinya Siti Hajar. Dan datanglah tuntutan Allah agar Ibarahim membuktikan tekad dan kesetiaannya kepada Allah.
Setelah Ibrahim as yakin bahwa mimpi itu, benar-benar perintah Allah, iapun berbulat hati untuk melaksanakannya. Ayah dan anak tunduk pada kehendak Allah, tetapi Allah yang kemudian menghentikannya. Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibarahim dan Ismail as maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan kurban, Allah menggantikannya dengan seekor kambing yang besar[6] yang dagingnya diperintahkan untuk didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang membutuhkannya. فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير peristiwa ini menjadi dasar syariat Kurban yang dilakukan setiap tahun dalam rangkaian Hari Raya dan Ibadah Haji.

5. Tujuannya
Tujuan berkurban adalah taqarrub kepada Allah, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepada-Nya untuk memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha-Nya. Upaya mendekatkan diri kepada Allah تقرب إلى الله adalah proses yang terus menerus bergerak tanpa henti. Karena taqarrub إلى الله merupakan proses terus menerus tanpa henti; maka di dalamnya pasti terdapat dinamika, terdapat aktivitas, kreativitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi, yang kesemuanya berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan Allah; berjalan secara efisien, efektif, disiplin, istiqamah, dan manfaat bagi lingkungannya.
Allahu Akbar 3x Walillahi al- Hamd!
Hadirin, Kaum Muslimin Sidang 'Id yang berbahagia !
Ada 3 hal yang terus menerus bergerak dalam proses taqarrub إلى الله terus menerus bergerak tiada henti berzikir kepada Allah, ia bahkan melakukan تخلق بأخلاق الله ; proses internalisasi,; melakukan penyontohan dan peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah, sehingga akal sebagai top exekutif (presiden) di dalam wilayah kekuasaan jasmani dan ruhani dapat mengintruksikan kepada pancaindra dan anggota badan dengan instruksi-instruksi yang telah terilhami, yaitu akibat hatinya yang terus menerus berzikir dan takhalluq bi akhlaqillah . Maka yang keluar dari anggota badannya – yaitu sebagai tahaqquq atau realisasi dari zikir dan pikir serta proses peneladanan terhadap sifat dam akhlak Allah tadi – tiada lain adalah aktivitas-aktivitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi yang positif konstruktif dan berguna yang berwujud kegiatan-kegiatan yang di dalam bahasa agama disebut amaliyah shalihah yang pada gilirannya akan membentuk budaya dan kebudayaan yang saleh pula.

b. Kedudukan dan Martabat
Harkat, martabat, dan kedudukan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju kemuliaan dan kesempurnaan. Yaitu seiring dengan amaliyah –amaliyah salihah yang ia lakukan dan prestasi-prestasi mubarakah yang ia raih.

d. Keadaan Masyarakat dan Lingkungan
Keadaan masyarakat dan lingkungan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhai oleh Allah SWT . Sebab dari diri orang yang takarrub kepada Allah akan memancar cahaya, yaitu cahaya dalam bentuk amaliyah-amaliyah salihah tadi, yang dapat menghilangkan kepekatan-kepekatan sosial dan kesemerawutan tatanan kehidupan dan lingkungan, sehingga apa yang disebut di dalam Al-Qur'an dengan baldatun tayyibatun wa rabbun gafur[7] dapat terwujud menjadi kenyataan.


III. Makna Instrumen tal 'Id al-Adha/ Ibadah Kurban
Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd
Hadirin, Kaum muslimin dan Muslimat yang berbahagia!
Nilai-nilai, semangat, dan sejarah berkurban seperti yang telah kita sebutkan hanya akan menjadi "laksana mutiara dalam lumpur" manakala kita tidak dapat mewujudkannya ke dalam kenyataan hidup dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, sesuai dengan maksud dan tujuannya, seyogyanya ibadah kurban yang disyari'atkan oleh Allah ini, kita jadikan sebagai sarana pendidikan; kita jadikan sebagai instrumen atau alat untuk mewujudkan nilai-nilai intrinsiknya (harkat yang terkandung di dalamnya ) diaplikasikan dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari, sehingga sesuai dengan sifatnya dan kemanfaatannya dapat dirasakan secara bersama-sama, terutama oleh masyarakat dan lingkungan di mana kita berada.

IV. Penutup
Hadirin kaum muslimin sidang Id al-Adha yang berbahagia!
Demikianlah, Khutbah Tentang Ibadah Kurban / 'Id al-Adha tidak boleh berhenti hanya pada makna intrinsiknya, akan tetapi ia harus berlanjut dengan mengaplikasikan makna-makna tersebut melalui makna instrumentalnya: dan inilah yang dikehendaki oleh setiap peribadatan atau ritual dalam Islam.

Hadirin yang berbahagia !
Di dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, di mana bangsa Indonesia mendapat cobaan yang beruntun, tidak putus-putusnya; mulai dari musibah Tsunami di Aceh dan Nias, Tsunami di Sukabumi, Cirebon, dan lain-lain tempat. Gempa bumi di Yogyakarta dan terakhir ini, musibah Semburan Lumpur Panas di Sidoarjo yang masih berlangsung sampai hari ini dan juga bermunculan semburan Lumpur di beberapa tempat di Jawa dan Kalimatan.
Di samping itu bangsa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari krisis-krisis yang melanda bangsa ini, seperti krisis sosial, krisis kepemimpinan, politik, krisis ekonomi, bahkan krisis moral, krisis nilai, ajaran, solidaritas sebagai bangsa, krisis kepercayaan, krisis kejujuran, dan semangat pengorbanan. Nampaknya, kita sangat membutuhkan semangat pengorbanan dan solidaritas, agar kita dapat keluar dan terbebas dari segala bentuk krisis yang kita sedang alami. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku khatib mengajak; marilah Hari Raya Idul Adha dan penyelenggaraan ibadah kurban 1427 Hijriah kali ini, kita jadikan sebagai momentum untuk mewujudkan nilai, ajaran, semangat nilai jiwa pengorbanan karena Allah, dan solidaritas, baik sebagai bangsa Indonesia, maupun sebagai umat Islam sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya. Dengat semangat taqarrub kepada Allah kita tingkatkan zikir dan pikir kita, kita tingkatkan semangat pengorbanan dan solidaritas, kita tingkatkan proses penyontohan serta peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah tertutama terhadap sifat-sifat-Nya Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maha Pengatur dan Maha Pemelihara, Maha Pemberi Pertolongan dan Maha Penyantun, Maha Pemaaf dan Maha Pemberi Nikmat, Maha Pelimpahan Kebaikan dan Maha Pemberi Karunia, Maha Pemberi tobat dan Maha Pembebas dari segala penderitaan dunia maupun penderitaan akhirat. Dengan cara seperti itulah إن شاء الله kita akan mampu menghadapi krisis-krisis yang kini sedang melanda kita bangsa Indonesia; Hanya dengan cara meningkatkan zikir dan pikir dengan meningkatkan taqarrub kita kepada Allah dan berakhlak dengan sifat dan akhlak Allah, dengan memohon taufiq, hidayah, dan "inayah Allah, kita akan dapat melewati segala bentuk krisis tersebut karena kita senantiasa bersama Allah. Kita dapat menjalani hidup dan kehidupan ini dengan sukses , penuh dengan rahmat, maghfirah, keberkahan, dan keridhaan-Nya apapun tantangan dan ujiannya! Kita memohon kiranya Allah SWT berkenan memberi kekuatan dan kemampuan kepada kita, memberikan taufiq, hidayah, dan 'inayah-Nya kepada kita semua, terutama kepada mereka yang berada pada posisi "bisa membantu" mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Kita ucapkan selamat kepada mereka semua yang berkurban; karena niatnya yang tulus ikhlas, amal ibadahnya diterima oleh Allah; dosa dan kesalahan mereka diampuni; segala usaha dan aktivitasnya diberkati, sedang perniagaannya dengan Allah, yaitu pengorbanannya di jalan Allah yang berdimensi vertikal dan horizontal, yang berdampak kepada harmonisnya kehidupan sosial, mendapatkan anugerah dan ridha Allah. Di dunia mereka mendapatkan bimbingan dan tuntunan Allah. Sedang di akhiratnya nanti mereka dimasukkan ke dalam syurga dengan limpahan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT.
Kepada mereka yang menunaikan ibadah haji, semoga hajinya diterima oleh Allah sebagi haji yang mabrur. Kepada mereka yang kini dilanda berbagai musibah dan kesulitan, terutama kesulitan yang diakibatkan oleh berbagai krisis seperti yang disebutkan sebelumnya, semoga Allah memberikan kesabaran dan segera menghindarkan mereka dari kesulitan-kesulitan yang mereka alami.
إنما يُوَفَّى الصابرون أجرَهم بغير حساب . (الزمر\ 39 : 10 )
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Orang-orang yang sabar mereka dimasukkan dalam syurga tanpa melalui timbangan amal baik atau buruk di hari kiamat.
Kepada kita semua, kepada bangsa Indonesia, kepada kaum mukminin dan mukminat di manapun mereka berada, kepada ibu dan bapak kita, kepada para pemimpin kita, kepada anak, cucu dan keluarga kita, kepada generasi kita yang akan melanjutkan hidup kita, kiranya Allah berkenan memberikan ketetapan iman dan Islam, memberikan taufiq, hidayah dan 'inayah-Nya, memberikan kemudahan dan keberkahan-Nya, sehingga kita dapat memperoleh kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak.
Amin ya rabbal 'alamin.
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات ، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنه قريب مجيب الدعوات ويا قاضى الحاجات ويا غافر الذنوب والخطيئات، برحمتك يا أرحم الراحمين. والحمد لله رب العالمين .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته .


[1] ومن الناس من يشرى نفسه ابتغاء مرضات الله ، والله رؤوف بالعباد. (البقرة :2 : 207)
Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah ; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambanya.
[2] لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم ... (الحج :22 : 37)
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah , tetapi ketaqwaan dari kamu yang dapat mencapainya.
[3] والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير، فاذكروا اسم الله عليها صوافَّ ، فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطعموا القانع والمعترَّ ، كذلك سخرناها لكم لعلكم تشكرون. (الحج\ 22 : 36)
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamuj meyembelinya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Dan kemudian telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak minta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepadamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
[4] لكم فيها منافع إلى أجل مسمًّى ثم محِلُّهـا إلى البيت العثيق . (الحج \ 22 : 33)
Bagi kamu pada binatang-binatang (hadyu), itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang telah ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa), menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah).
[5] Pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989: 302
[6] فلما بلغ معه السعى قال يا بنى إنى أرى فى المنام أنى أذبحك فانظر ماذا ترى، قال يا أبت افعل ما تؤمر ، ستجِدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37: 102)
فلما أسلما وتله للجبين .(103)
وناديناه أن يا إبراهيم .(104)
قد صدقت الءيا ، إنا كذلك نجزى المحسنين. (105)
إن هذا لهو البلاء المبين . (106)
وفديناه بذبح عظيم.(107)
Maka tatkala anak itu sampai pada usia dapat berusaha bersama-sama Ibrahi, Ibrahim berkata; "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu . Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab : Wahai ayahku , kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (102)
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya .(103)
Dan Kami panggil dia: Hai Ibrahim. (104)
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(105)
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.(106)
Dan Kami tebus anak itu dengan seokor sembelihan yang besar. (107)

[7] Surah Saba' / 34: 15